Wednesday, December 11, 2019

Rumah

Rumah selalu menjadi cerita paling candu dari banyaknya langkah yang saling menemukan temu. Dengan rumah, aku menemukan sederhana dari puing-puing yang retak, dari cerita yang membelenggu dan memberi duka terdalam—rumah memberiku selimut paling nyaman tanpa perlu harus menatap segala rupa dari setiap tatap.
Rumah tidak hanya sekedar atap tebal agar tak perlu bocor, ia mendekap segala yang retak untuk nantinya menyembuhkan yang rusak. Aku tidak perlu bingung harus mengubur mimpi seperti apa di luar sana, rumah selalu melindungi imajinasi dan membawa ribuan kebahagiaan dalam kesunyian.
Rumah bukan sekedar singgah karena takut panas—takut hujan—takut cibiran dari dunia luar yang menelusup tajam, tapi juga didalamnya aku temui sementara yang memberi kedamaian, menyegarkan rasa sepi, juga melegakan yang bertepi. Aku menepi bukan sekedar untuk takut keadaan, pelan tapi pasti, aku belajar bahwa pertemuan paling sederhana ialah bermukim pada yang tepat, dan dengan kebersamaan tanpa rupa-rupa yang harus terbentuk palsu; aku singgah pada dunia paling tentram yang memberi perasaan nyaman.
Aku tidak perlu menutupi ragu-ragu, condong pada segala harapan yang tidak mungkin akan sampai, segala bilik dan ruang yang berbeda, yang memberiku satu harapan pasti bahwa sebenarnya kebahagiaan akan selalu aku temukan. Sederhana tapi pasti—aku belajar bahwa menjadi sendiri dalam rumah, atau bersama kelompok kecil yang biasa saja, memberikan satu kebahagiaan pasti yang tidak pernah aku pikir bahwa begitu dalam rasanya berbahagia.
Rumah memberiku satu bentuk perhatian paling kasih, memberiku kedamaian yang tak henti-hentinya bosan, menjadikan sunyi adalah mimpi paling indah tanpa perlu menanam harap yang tak pasti merekahnya. Rumah tak perlu membuatku jadi orang lain, membiarkan aku tumbuh dengan pilihan-pilihan rumit menurut banyak orang. Rumah membebaskan aku untuk berekspektasi—tidak sama dengan mulut orang-orang luar yang mengubur segala mimpi-mimpi indah.
Aku pikir, menanam cinta dari benihnya adalah sesuatu yang melegakan. Rumah tidak membuat aku menyesal sama sekali—mendekap segala yang tak pasti dari pikiran jahat yang tiba-tiba datang, hingga rasa kasih tumbuh dan tertanam dalam diri seseorang. Aku hidup sehidup-hidupnya, dengan sendiri—atau beramai-ramai, aku tetap merasa ada, meski dinding yang selalu mengkokohkan kehidupan.
Di luar rumah, aku tidak pernah bisa untuk merangkul senang sedemikiannya. Susah, sulit untuk menerima kenyataan bahwa mimpi-mimpi dan ucapan orang dapat menjadi satu selera yang berjalan beriringan. Aku tidak terluka, cuman belum sampai pada titik tenang yang memberi perlindungan dan rasa aman.
Maka, senang rasanya, ketika aku tumbuh dari rumah paling hidup yang bagi orang lain begitu redup. Aku senang berada pada satu bangunan kokoh yang memiliki orang-orang baik didalamnya. Meski kadang kebahagiaan harus selalu aku semogakan, rumah selalu menjadi bagian paling support dari harap dan cemas yang datang tidak pada waktunya.
Aku berterimakasih pada sebuah tempat bermukim yang memberiku satu arti kedamaian paling dalam. Tanpa aku tahu, bahwa sebenarnya pintu-pintu itu terbuka untuk memberikan satu langkah bahwa ada berbagai cabang baik yang seharusnya aku temui. Tiap-tiap ruang menjadi saksi bahwa kehidupan selalu berbeda. Aku selalu belajar lebih banyak—caranya bersandar untuk seseorang, maupun menjadi tempat ternyamannya nanti pada hidup yang tak pernah ia temukan satu hal paling terkenang.
Aku menuju bangunan paling kokoh di bagian hidup seseorang. Sampai terkadang—rasanya usaha itu selalu memberiku semangat. Dan pembelajaran paling penting ialah; aku dapat memberi kebahagiaan bagi orang lain yang menjadikan aku rumahnya, tempat cerita paling menyenangkan, tempat pulang kekhawatiran, dan senderan atas abu-abunya hidup.
Temukan aku pada salah satu pintu. Sampai nanti, sampai kita saling mengetuk rumah masing-masing, untuk saling memberi kedamaian paling tenang, tanpa niat sama sekali untuk merobohkan.


Monday, November 18, 2019

Jiwa yang hilang

      Kubiarkan kamu meneguk pelan-pelan segala yang membuatmu sesak. Kemudian tutup kelabunya, jauhkan dari ekspektasi yang tak henti-hentinya bermain licik untuk membuatmu tenggelam dalam sekali--atau membuat standar hidup sebaik mungkin sebelum kau benar-benar hilang kendali.

     Takkan kubiarkan semburat luka mengiris tajam senyuman indah. Bermain ambigu bersama bayangan yang merekah. Akan aku buat tangis dan tawa menjadi pendamping yang paling mudah. Menjauhkan segala temu dan pisah, yang ternyata menyimpan banyak luka berbahaya dan memori yang dilupakan pun amat susah.

     Satu waktu dikemudian hari, bolehkah kita bertemu kembali dengan aku yang sudah pandai cara jatuh hati--dan dirimu yang selalu belajar memaknai hari? Akan aku bawa segala baik yang sempat aku pelajari sendirian, dan aku ukir kenyataan paling membahagiakan saat aku menjalani hidup yang tidak lepas dari permasalahan.

     Mari mengalunkan senja bersama, menikmati kicau burung dari ufuk barat yang tengah terbang bebas, menghangatkan jiwa-jiwa patah yang sudah lama lepas, menyatukan metafora yang selama ini hanya berselimut aksara, menjadi yang paling berani atas matinya sebuah hati yang takut jatuh hati kembali. Mari menyemai segala rentetan waktu yang panjang, melupakan masalah dan masa lalu masing-masing, mengalunkan hidup pada nada-nadanya, dan jadi yang paling menyenangkan untuk kehidupan ke depan.

     Aku tidak yang paling paham tentang jalan. Waktu memberi sekat atas sebuah pertemuan. Tidak papa, aku belajar untuk sendiri, aku belajar mengamankan perasaan dari celah berbahaya, aku menenangkan riuh yang meronta, aku menggulung halusinasi dan menepis angan-angan. Tapi ketika pada akhirnya ada lain kesempatan yang menyatukan jarak, boleh aku beri senyum simpul yang paling lebar? Boleh aku menyeka sendu dalam-dalam?

     Jiwa yang hilang, pada suatu masa akan saling menggenggam. Genggamannya amat erat--tidak mengenal batas, karena atas pembelajaran untuk saling menahan, untuk saling terbata dalam kehidupan yang berbeda, atas pelajaran hidup yang dinikmati sendiri-sendiri, sebuah waktu memberinya petunjuk untuk bertemu disuatu kenyataan.

Nanti, pada suatu hari,
Bolehkah aku andil dalam keluh kesahmu? --atau, kita bukan perihal jarak saja, melainkan jiwa yang saling hilang yang lebih baik bersua?

Nanti, jika memang ada saat yang tepat,
Bisakah kita memaknai temu dari sebuah dua jiwa yang saling hilang?
Dua jiwa yang tidak lagi tersesat--karena sudah saling menemukan.

Sunday, November 3, 2019

Pesan untuk hujan

Kepada hujan yang sedang jatuh disisi bumi ini--
Sampaikan padanya tentang waktu yang telah lama usai, pada jiwa yang sebenarnya tidak pernah aku usahakan untuk menyeka benci, pada mimpi patah yang tidak pernah aku inginkan untuk disemai, serta segala kurang dan lebihnya yang sedang disusun oleh semesta untuk merencanakan takdir kehidupan kita yang berjalan sendirian.

Rintikmu menghayutkan perasaanku,
Berlari untuk pergi lebih pantas daripada harus terus terluka, sisa-sisa harapku semestinya sudah lama meninggalkan, maka dari itu, pada hujan yang tidak selalu sendu, demikian permohonan yang sendu dari seseorang yang bukan lagi rindu--namun abu. Perasaan yang tidak pernah mengenal waktu, bahkan ketika hanyut tetes turun selalu membawa perasaan yang tidak pernah bisa untuk diekspresikan.

Benarlah, rintik selalu menyemai apa yang selalu usai--atau bahkan mengikat antara nostalgia maupun masa depan yang selalu berlarut dalam tanda tanya besar. Ingatan menguat, dan kesan tak selalu menyenangkan. Tapi tidak papa, menjadi seseorang yang melankolis dan penyuka hujan--selalu menerima kenyataan bahwa tak semua hal harus diselesaikan dengan rupa-rupa yang bahagia, dan ekspresi yang menyenangkan. Sebab semua kenyataan, ataupun memori yang terekam, ataupun impian yang belum dapat tersampaikan, serta segala hal yang sedang diperjuangkan dapat menjadi sebuah hal yang terekam jelas didalam bayangan--hujan mengaitkan semuanya, dan berhalusinasi menjadi sesuatu hal yang dilakukan.

Kepada hujan,
Sampaikan pesan sederhana dari seorang perempuan yang diam-diam berharap dan menggapai segala mimpinya dengan pelan-pelan. Tidak berani untuk terlalu menekan dan secara nyata terlihat, sebab baginya manusia-manusia lain lebih berbahaya--dan kadang, maupun perasaan atau keinginan selalu membahayakan. Maka dari itu, pelan-pelan saja, terlebih pada seseorang yang tidak pernah menoleh bahkan ketika ia menyatukan kalimat-kalimat dengan jemarinya.

Rintik yang tak lagi menderas, namun mulai terhenti di luar sana,
Sampaikan kalimat-kalimat yang sulit diartikan pada seseorang yang memang memiliki keterkaitan satu sama lain, padanya seseorang yang juga menyukaimu, pada segala teduh yang meriuk ketika derasnya air membasahi tubuh, pada segala keluhnya ketika hujan turun dan menggoreskan air pada kepalanya, pada segala tatapnya pada rintikmu yang turun dari atas langit kelam, pada segala senyuman yang terekam oleh hujan yang tidak pernah terekam olehku seperti apa ia menyukai hujan, setidaknya ia menyukaimu, dan aku--akan ikut menatap hujan yang juga sedang memberi kesempatan untuk menjadi media pertemuan sederhana.

Kepada rintik hujan yang nanti akan jatuh kembali--
Jaga seseorang yang mungkin padamu, ia bisa mendapatkan kebahagiaan. Ketika rinaimu mengikuti jejak langkahnya, ia tidak keluh kesah, ketika jatuhmu memberinya kesempatan untuk terus bersyukur dan berdoa dengan penuh harap, padanya yang tidak lagi menyalahkan hujan--tapi jatuh cinta. Maka, jaga padanya untuk selalu berjuang menikmati keadaan dan mencapai keinginan.

Kepada hujan yang sudah lama bersemai,
Kembalilah--setidaknya besok datang lagi. Terimakasih untuk selalu membuatku berdoa atas seseorang yang tidak pernah bisa aku gambarkan rupanya, yang tidak bisa aku torehkan harapannya--yang terpenting, terimakasih juga untuk selalu menyatukan memori dan rupa masa depan, keinginan dan ekspektasi, kesedihan dan senyuman, serta ketenangan yang aku dapatkan ketika kamu sedang berteriak.

Kepada hujan,
Tolong sampaikan permintaan yang aku semogakan
Padanya, sendu dapat diseka, dan bahagia selalu membuatnya lega.

 Semoga, siapapun ia--ia selalu mendapatkan kebahagiaan.
:)

Sunday, October 20, 2019

Jatuh tidak pernah mudah


Satu, dan untuk kali kesekian.

Baik-baik saja? Sudah sampai mana perjuangannya? Masih menetap disekitar bayangan yang ingin terus melangkah hebat, atau menjadi seorang kesatria untuk orang lain? Atau—seseorangmu yang jauh lebih baik?

Aku selalu tahu kamu, rumpang dan cerita-cerita yang luar biasa. Hanya mengetahui, bukankah tidak papa?
             Entah apa yang mampu membuatku mengukir rasa; pada seseorang yang padanya aku tahu terluka akan lebih hebat. Padanya semua kenyataan tidak pernah menjadi sebaik-baiknya ingin dan sesuai ekpektasi.

Halo? Boleh aku menyerah dari sepersekian detik ingatan yang terlampau memenangkanmu? Pada seseorang yang memikirkan orang lain dan menganggapnya lebih sempurna?

            Kau perlu tahu, bahwa jatuh tidak pernah mudah. Bahwa memilih tidak pernah gampang.

Tapi tenang saja,
Mendengar bukan berarti mau, mengetahui tidak untuk merubah keadaan, aku hanya ingin engkau tahu—bahwa ada segenap harap yang diam-diam mohon pada pencipta, bahwa ada yang selalu menyemogakan apa yang tidak pernah diketahui siapa saja.

                Lebih dari aku—tapi hati yang tidak pernah bisa berpura-pura. Kau perlu tahu, sekali lagi—bahwa jatuh tidak pernah mudah.

Sudah sampai di tahap mana? Maka aku akan selalu membawanya pada doa-doa yang merindukanNya.

Sunday, October 6, 2019

Untuk seseorang disuatu saat

Untuk ekstrovert diluar sana,

Salam hangat dari perempuan penyuka hujan, perempuan lemah yang rentan, perempuan yang gampang baper dan terlalu perfeksionis.
Salam untuk cerita-cerita yang kamu torehkan ke depan, perjuangan yang begitu besar, yang selalu kamu usahakan.

Aku harap baik-baik saja, persis seperti apa yang kamu harap.

Aku tidak pernah sama dengan banyak orang yang menyukaimu.
Aku absurd, dan tidak pernah percaya tentang cinta.

Bersediakah kamu mendengar kelu ketika aku sedang tidak baik-baik saja?
Dan sepertinya akan sering begitu, aku tidak memiliki nyali yang kuat untuk bertahan.

Bersediakah kamu mendengar kesedihan lebih banyak daripada perempuan lain maupun orang sekitarmu?
Dan sepertinya akan lebih banyak yang aku susahkan, perempuan ini memang terlalu merepotkan.

Nanti, bersediakah merawat luka-luka dan banyak hal pilu yang aku ceritakan?
Tenang saja, aku berusaha untuk tidak merepotkanmu,
selalu, dan berusaha untuk itu.

Kepadamu,
ada banyak diluar kendali yang tidak bisa aku atasi, ada banyak tikaman tiba-tiba, ada banyak perasaan yang membuatku tidak nyaman.
Ada insecure yang merambat tiba-tiba, ada rasa kesedihan yang menjalar tanpa diminta, ada yang membuatku resah karena memang sering seperti itu, aku pengecut memang, tapi, bisakah kamu paham dan beritahu padaku bahwa aku tidak seperti kebanyakan orang yang merepotkanmu dalam hal yang sama?

Boleh kuulang sekali lagi tentang betapa rentannya aku?
Ya, perempuan pemikir, perempuan baperan yang ironisnya tidak percaya diri, perempuan yang tidak menarik untuk dijadikan teman bermain maupun hura-hura.

Aku tidak menarik memang, tidak asyik, membosankan.
Jangan jadikan aku teman bermain, kau tidak akan pernah suka.
Aku tidak pernah asyik, aku hanya lebih diam daripada orang yang kau temui, aku hanya lebih mementingkan persepsiku daripada orang lain,
Jangan bosan dan marah, ya, aku bukan pemalu, aku hanya tidak bisa bercengkrama bebas.

Terus, apa yang kamu harapkan dariku?
Yang cintanya hanya sebatas merepotkan, yang sukanya membahas hal-hal berat, yang lebih suka percakapan mendalam daripada sekedar basa-basi, yang selalu ingin mencoba memperbaiki orang lain tanpa sadar telah menyusahkan orang lain.

Nanti, ajak saja aku ke puncak, bersama-sama sampai pada tahap tertinggi, aku lebih suka dirangkul seperti itu daripada menghambur-hamburkan uang untuk makan mahal-mahal.
Bersediakah kamu membawaku pada mimpi yang luas?
Pada harap yang bebas?
Pada apa yang aku cita-citakan dan mimpikan?

Nanti, ajak saja aku menatap rona bintang malam, dengan percakapan mendalam, tentang mimpi-mimpi kita, tentang harapan yang selalu kita semogakan, bisa?
Aku lebih suka dunia tentram, dan merasa jauh lebih hidup dengan keadaan seperti itu.

Aku banyak mintanya, ya?
sudah kubilang aku merepotkan.
Aku berusaha untuk mengerti, kok.
Menutup apa yang tidak pernah kamu suka, mencoba menahan segala yang tidak kamu inginkan,
aku lebih mementingkan kita,
tapi jangan sampai membuatku terluka ya, luka-luka itu pasti lebih hebat dan menyakitkan.

Tenang saja,
aku hanya butuh banyak belajar untuk menjadi lebih bersahabat.

Terimakasih untuk mau mendengarkan, untuk mampu menerima.
Bimbing aku untuk mengurangi apa yang seharusnya, apa yang semestinya tak ada, dan jadi seperti perempuan yang lain.

Buat aku belajar untuk mampu menerima, ya.
Perempuan ini butuh pundak yang mampu mendengar, itu lebih dari cukup.

Terimakasih, untuk seseorang di suatu saat, nanti.:)

Tuesday, September 24, 2019

Kepada Tuan

Aku mungkin, adalah satu dari banyaknya orang yang selalu kau temui setiap harinya.
Yang tidak pernah menjadi candu dalam hatimu, menjadi bagian rumpang dalam ekspektasimu, tidak pernah terjamah oleh pikiranmu--barang sedetik saja.

Kau mungkin, juga biasa saja.
Naluriku yang selalu meninggikan ekspektasi, anganku yang selalu berada disisi diri, yang semuanya berimajinasi tinggi--hingga keberanian terakhir adalah kalimat-kalimat yang aku rangkai setiap hari, sampai ketika aku menyerah, dan entah tahu kapan aku menyerah.

Tuan,
Padamu,
Seisi pikiranku kosong, dan jiwa yang ada semakin terluka, bukankah sebuah pertemuan tidak selalu harus ada? Dan kebaikan tidak selamanya berbalas rasa?
Teoritikal, dan aku benci kalimat-kalimat yang ada tanpa pernah belajar perasaan.

Tuan,
Hari-hari terasa kosong dan ada bagian yang tak terjamah, hambar dan tidak nyaman ketika aku selalu dihantui pikiran.
Pasti tidak seperti aku, seorang pemikir yang menulis dengan ketikan jemari, seseorang yang takut dengan perasaan dan seseorang yang tidak pernah percaya tentang cinta.

Tuan,
Pada akhirnya aku tahu cerita terbaik adalah meninggalkan, tidak perlu memikirkan pertemuan kita--dan segala kebaikan yang ada. Sebab, ini hanya biasa yang tidak memiliki arahnya, aku yang selalu mengharap, dan menciptakan mimpi-mimpi dalam setiap realita.

Ya, aku pemimpi, Tuan.
Tapi sungguh, aku tidak pernah memikirkan hal seperti ini,
Aku tidak dengan mudah jatuh dan memerhatikan yang tidak pernah nyata,
Aku terlalu masuk ke dalam bahaya, yang pada akhirnya, aku sendirian.

Kamu luar biasa--seperti kebanyakan orang bilang, dan tentang aku-- bagian terpenting dari diriku adalah memilih mundur dan menggenggam erat sendirian.

Tuan,
Barangkali saat kamu membaca ini,
Aku tidak apa-apa, sekali lagi aku mencobanya.

Berjalanlah lebih cepat, hati-hati dan sungguh-sungguh untuk cita-citamu.
Aku hanya bisa menulis pada bagian seperti ini saja,
selebihnya, segala kehidupanmu--dan seseorang yang tepat,
memang tidak pernah ada aku.

Sembuh

Aku tahu bahwa hanya sebagian yang akan terbalas–atau bahkan tidak sama sekali.--

Aku berkelana melalui kenyataan-kenyataan, berbincang pada titian malam dan menarik perhatian api unggun, atau ketika pagi–aku menyandang embun dan bernafas rekah. Segala upaya aku usahakan untuk memaknai takdir, dan ruang kosong–kubiarkan dia berjalan bebas mencari jati dirinya, agar tidak rumpang dan tidak salah, sebelum perlu mencari seseorang yang bahkan baginya; mencintai diri sendiri saja terlalu sulit.

Aku sesekali belajar tentang cara menemukan jati diri. Menyengsarakan takdir agar tidak jera dari namanya kelaparan juga keletihan–meneriaki harapan yang tidak pernah bersahabat agar lebih lega–membuat beberapa tugas untuk kubebankan pada diri sendiri;agar sesekali aku tersadar dan selalu berusaha melalui beban-beban.

Dan setelahnya aku kelelahan, kembali pada dunia yang fana, menjadi seseorang yang lebih pandai berkeluh kesah untuk membangun segala macam resah.

Ya. Aku lebih banyak belajar setelah usahaku yang tiada henti. Meriuk pada kenyataan dan beristirahat menatap senja, atau ketika fajar aku tidak perlu berusaha maksimal, cukup meneguk teh panas dalam dingin yang menjalar, serta membawa senyum dari yang sudah-sudah.

Banyak yang sebaiknya kuperbaiki kembali. Aku telah oleng untuk beberapa hal, yang membuatku rentan terkena sayatan, atau mungkin sensitif terhadap kenyataan. Ya, belajar untuk mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain adalah pilihan yang membuatku lebih mampu menerima, dan apa yang kudapat selalu lebih hebat.

Aku tidak pernah mengadukan kesal pada yang tidak pandai mendengar, tidak perlu terluka untuk yang tidak penting, bahkan ketika semua kuselami baik-baik, aku menemukan diriku bersandar lebih hebat dan tidak perlu terlalu takut jatuh untuk kemudian menjadi rusak.

Ayo sama-sama belajar.

Lekas ini, mari kita saling selasar. Banyak yang ingin aku ceritakan dari setiap panjang cerita, dari apa yang kulalui, hingga sulitnya menahan tangis–padahal aku ini cengeng dan rentan.

Sesudah ini, mari kita saling bersikut, mencari dan mengedepankan jalan lurus.

Jika aku bukan yang kau mau, silahkan tuntun afeksimu, cari orang yang menurutmu lebih paham tentang dirinya–lebih hebat adanya–lebih mampu membuatmu jatuh begitu saja.

Bilang pada seseorangmu,
Membentuk realitas dan memperbaiki mental terlebih dulu, setelahnya–mari belajar bersama untuk saling menerima apa adanya.

Meski berkelanaku adalah kesendirian, tapi aku tetap berbahagia–sebab nanti, masanya aku butuh berlabuh pada yang memang membuat sembuh, yang bertahan tanpa pernah meninggalkan.

Tuesday, August 27, 2019

Tabah

Aku belajar untuk lebih tabah.
Membaur dan melebur pada kaki-kaki milik orang lain, menggapai semua orang dan ikut bercampur riuh meski tidak sedang baik-baik saja.
Menyaksikan kerumunan manusia yang sedang tertawa besar, saling melempar senyuman, kemudian absurd bercerita tentang sisi paling gelapnya.
Tidak seperti biasanya,
aku temui diriku berbeda dengan makhluk-makhluk pribumi itu, ada suatu hal yang membuatku tiba-tiba merasa tidak cocok dan terbeban, hingga diluar ekpektasi, bersandar pada mereka menjadikanku beku dan hilang dari kenyataan yang ada.

Kali ketika aku memikirkan satu hal, salah seorangnya menyentuh dan memberi kejutan.
Mereka tidak bermuka dua, mereka baik dan memiliki mimpi masing-masing.
Kubiarkan mereka mengodaku, kemudian melanjutkan aktivitasnya.

Aku belajar untuk rela, sebab, kata orang-orang, dengan melepas beban rasa dan menjadikan pundak orang lain sebagai tempat teduhnya akan sedikit meringankan kecewa. 
Ada yang lain dipikirku, entah itu masa depan, realita, atau sebenarnya apa yang kuhadapi.
Seperti tak sampai pada kenyataan, aku harus berjalan lebih jauh, tegap lebih lama, berpikir lebih dalam.
Tidak bisa diam ditempat, sebab orang-orang akan melangkah hebat.

Aku terus mencoba menjadi yang terarah.
Pada seseorang yang kuharap, ternyata tak akan pernah melihat.
Sampai seseorang bilang, jangan terlalu jauh untuk menetap, ia akan hilang dan pergi begitu saja, tidak ada yang berhak untuk tetap melangkah ditempat, sebab setiap orang punya jalannya, jalan yang entah memang tepat untuknya; atau langkah untuk menyakiti orang lain.

Dan untuk rela, ada patah yang semestinya tidak terus menerus singgah.
Untuk tabah, membiarkan yang nyata, mengikhlaskan harapan, meretas kekesalan.
Menjadi lebih tenang pada yang hilang, menjadi yang lebih sabar pada yang mengesalkan.
Menjadi lebih paham, untuk tenang.

Dan--
Disebuah kesunyian, ia melahap habis kesedihannya sendirian,
melamunkan banyak hal, salah satu tentang kenyataan, atau harap yang tinggi pada seseorang.

Saturday, August 10, 2019

Pengalaman di Agribisnis Undip

    Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angkatan 2017 di Agribisnis UNDIP, aku mau berbagi pengalaman dan cerita singkat tentang apa aja yang aku alamin, apa aja yang aku jalanin, dan bagaimana kehidupan menjadi mahasiswa pertanian di perguruan tinggi negeri yang cukup populer (?)

Nah, karena ke-populeran kampusnya, tentu saja jadi banyak pertanyaan dari kalian, agribisnis ngapain sih? kegiatannya apa aja? pelajarannya kaya gimana? prospek kerja apa? Akreditasi jurusannya apa? Eits, ayo kita kenal lebih dekat dengan jurusan agribisnis dulu ya.

Menurut wikipedia, Agribisnis (baku menurut KBBI: agrobisnis) adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Dari sini dapat kita pahami bahwa agribisnis merupakan bisnis berbasis pertanian yang dapat dipelajari mulai dari sektor hulu hingga hilir dimana mulai dari penyiapan budidaya hingga proses pemasarannya. Menurut aku pribadi sih, pandangan agribisnis dari sisi aku, bisnis adalah pokok pembelajarannya dan pertanian adalah bagian yang mendasari, dengan kata lain hal yang ditekankan disini adalah "bagaimana kita bisa mengembangkan bisnis dalam pertanian" dan "bagaimana bisnis bisa berkembang dalam pertanian, baik memperbaiki keadaan dan mengelola pertanian". Pertanian sendiri menurutku punya lingkup yang luas, bukan cuman tanaman dan tumbuhan, melainkan komoditas-komoditas yang berkembang, bukan cuman jadi petani seperti kebanyakan orang, bisa juga menjadi pengusaha bidang pangan, ternak, maupun kuliner yang selalu dibutuhkan banyak orang.

Di Agribisnis UNDIP sendiri, apa aja sih yang dipelajari? Oke, aku coba rinci menurut pandanganku dulu ya.
1. Pertama, sama seperti umumnya, tentu saja namanya Agri dan  Bisnis, kita dapat mata kuliah tentang pertanian dan Ekonomi. Ekonomi disini mulai dari ekonomi umum, makro,mikro hingga Ekonomi perusahaan dan produksi, serta masih banyak ekonomi-ekonomi lain.
Tidak hanya itu, mata kuliah yang berhubungan dengan statistika juga ada, jadi ekonomi disini bukan hanya sekedar ekonomi, melainkan belajar juga dibidang sainteknya.
2. Kedua, yang unik disini adalah kita belajar tentang peternakan. Agribisnis disini diberi mata kuliah yang berhubungan dengan budidaya ternak unggas, potong, dan perah, eits tapi hanya budidaya loh. Jadi, kita bisa dapet ilmu dari pertanian dan peternakan juga, jadi kita lebih paham tentang peternakan juga, buat nambah wawasan kalau mau berwirausaha ternak sapi, kambing maupun ayam gitu, toh semakin maju era digital juga pasti banyak teknologi, bisa jadi salah satu model usaha online dan sebagainya kan.
3. Ketiga, belajarnya asyik kok, kita juga dapat mata kuliah teknologi hasil pertanian, pertanian organik, dimana ini kita pelajari produk-produk pertanian juga cara mengelola tanaman menjadi pertanian organik, bisa menambah wawasan tentang usaha dibidang pertanian organik kan yaa.
4. Keempat, praktikum. Pasti ada praktikum dan kita bisa lebih paham langsung tentang mata kuliah yang berhubungan dengan budidaya maupun yang akan menjadi bentuk bisnis. Kita langsung ke lapangan dan pelajari kiat-kiatnya, termasuk mewawancarai perusahaan pertanian, mengetahui metode pemasaran, mengetahui cara memasarkan, berapa omzet usaha yang didapatkan, juga analisis pelanggan terhadap sebuah produk (riset pasar), dll.

Kalau cerita pengalaman, ya belum banyak sih, nanti bakal aku update kalo uda semester akhir atau lulus, insyaallah. Selama ini mungkin rasanya seneng ya, temen-temennya asiq, praktikumnya ada yang jalan-jalan daripada praktikum dijurusan lain yang di fakultasku, main-main ke perusahaan atau ke kebun gitu, dulu sih kita ke kebun teh di daerah brebes ya itung-itung juga jalan-jalan. Dosennya juga baik banget.

Suka dukanya apa nih?
Udah terlalu banyak aku sebutin sukanya, dukanya aja deh ya, tapi bukan berarti ubah mindset kalian jadi gamau, bukan ya, ini ya emang juga rata-rata apa yang dirasain mahasiswa.

1. Kamu merantau. Temen-temenku yang PP itu cuman beberapa, kebanyakan merantau ya meski cuman dua jaman atau beberapa jam ke rumahnya. Dan penyakit anak rantau bukan main-main, di manapun kalian namanya merantau juga bakalan ngerasa ganyaman, homesick, atau apa. Nah, saran aku sih ikut organisasi, kepanitiaan atau kesibukan yang emang bener-bener buat kamu sampai kos itu capek terus istirahat, atau nugas, jangan gabut.
2. Dewasa. Dipaksa sih sebenarnya. Mau gamau, semua kamu lakuin sendiri. Biasa gapernah nyuci baju di rumah ya nyuci sendiri, mageran juga gabisa, harus berubah. Kamu harus jadi anak yang lebih rajin dan dituntut untuk melakukan segalanya sendirian.
3. Sibuk. Kalau naik semester dan makin nambah praktikum, kamu bakal beneran gabisa tidur. Harus siap mata panda, harus siap kena marah, harus siap dengan target, harus siap malam tetap dikampus, harus siap segalanya. Justru ini yang buat kalian terbiasa sih nanti, dikejar deadline, dan segala macamnya didunia kerja mungkin, jadi pelajaran juga buat kalian.

Saran aku sih ya kalau emang sibuk-sibuknya kuliah pertanian yang banyak praktikum,
1. Prioritas. Kalian harus tahu ya mana yang penting, antara tugas laporan atau rapat. Kalau udah jadi mahasiswa kalian bener-bener harus tahu waktu, gabisa menangin dua-duanya, ya kerjain sebaik-baiknya.
2. Manajemen waktu. Ini sih, harus bisa banget urutin waktu, buat kegiatan hari ini, terus tepatin dan laksanain.
3. Hidup sehat. Ini pointnya misalkan kalian ada kelas pagi dan ada deadline laporan, ya seenggaknya kalian tuh buat plan harus tidur jam ber, harus ngerjain laporan jamber, jangan sampe mata panda terus kalian sakit dan masuk rumah sakit. Ini pengalaman aku yg sampai opname gegara makan gateratur. Jangan di contoh ya, kalian harus makan yang sehat, harus hidup sehat dan selalu berdoa dan ibadah.

Ohya, jurusan Agribisnis UNDIP sekarang udah A loh. Alhamdulillah ya, buat kalian yang tertarik jadi gausah ragu-ragu lagi kedepannya, meskipun belum nyampe 10 tahun, tapi jurusan ini udah bener-bener dapet akreditasi.
Dulu, sebenarnya, aku paling gasuka pertanian. Tinggal diperkotaan tuh bener-bener gada pikiran mau kesana, yang dipikirin tuh cuman jurusan yang udah sering kita denger kayak kedokteran, teknik, hukum, dan sebagainya. Termasuk aku awalnya pengen teknik, tapi ya maap-maap ga sampai yaudah sekarang di sini. Ini sih cerita sekilasnya. Tapi, sekarang nyesel ga?

ENGGA. Aku banyak banget nemuin manfaat pertanian, terus sebenarnya cita-citaku bukan pengusaha atau segala yang dibidang pertanian, tapi setelah dijalani aku makin yakin dan yaudah emang jurusan ini itu banyak banget yang menyenangkan, seenggaknya dapet ilmu ekonomi yang ternyata asik, dapet lebih paham tentang cara kerja perusahaan dan lain-lain

Ohya, untuk pengalaman aku sendiri kok bisa kuliah disini dan jurusan ini, kalian bisa banget cek yang ini krna sebelumnya aku uda pernah cerita.


Mungkin ini ajadeh, kalau ada yang mau nanya lagi langsung tulis aja di komentar, nanti aku jawab deh buat yang mau nanya-nanya. Terimakasih kalian:)

Tuesday, July 9, 2019

Liburan Jogja Low Budget under 500K

     Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan yang bisa disebut backpakcer (?). Okay, jadi gini, karena waktu itu bener-bener belum bisa pulang ke rumah (kuliah aku ngerantau) karena masih ada yang harus ketemu dosen jadi memutuskan untuk liburan bentar.
Jadi, disini perjalanan dari Semarang ke Jogja ya.

2 Juli 2019
    Aku mutusin liburan, karena dari tanggal 1 Juli udah selesai UAS dan ketemu dosennya (berhubungan sama praktikum) tanggal 11 Juli jadi pengen dulu dong liburan. Aku ngajak temen-temen yang memang bisa dan mau karena tiap orang punya kesibukan masing-masing di kuliah yang beda-beda, akhirnya kita buat rencana dulu dengan iming-iming "Kuy Jogja" dan kita siapin matang-matang besok harinya.

3 Juli 2019
    Sehari sebelum berangkat, kita kumpul dulu dan ngebahas bakal berapa lama, nginep dimana, kemana aja, dan target-target timing pastinya. Sebagai anak kos kita susun sedemikian rupa supaya perjalanan bakal lancar. Dan untuk kalian, sebelum berangkat kalian harus cari tahu dulu terkait apa yang mau kalian tuju, jangan sampai salah, ohya untuk nyari juga sekarang jaman modern dan diinternet bisa semua, termasuk naik apa-apanya kalau emang ga ada kendaraan pribadi.
Nah, ini aku kasih tips dan trik kalau kalian mau liburan dengan budget yang terbatas, yang paling penting kalian harus cari informasi sedemikian rupa dulu.
Note:
- Kalian cara info sedetail mungkin, kalau turun di terminal kalian harus naik apa lagi untuk sampai tempat wisata, begitupun kalau kereta pesawat dll.
- kalau mau cari penginapan yang murah, carinya jangan cuman di satu aplikasi ya, kalian riset semua aplikasi buat booking penginapan (traveloka, booking.com, agoda, airy, red doorz etc) karena ada yg memang murah banget dan harganya beda lumayan kalau pesan di aplikasi yg lain.
- Jangan ngandelin transportasi online. Biaya yg dikeluarin lebih mahal meskipun simple tp inget kalau liburan kalian ga mau ngeluarin uang banyak, jadi cari informasi semaksimal mungkin.
- Cari informasi lain yang ngebahas tentang tempat-tempat murah (hotel, wisata, kendaraan) di media sosial. Twitter, instagram, tumblr biasanya sering orang cerita tentang perjalanannya dan bisa jadi referensi buat kalian.

Monday, June 17, 2019

Akhir yang seperti apa?

     Ada yang hilang dari apa yang terasa, ada sepi yang memuncak hingga melebur dan tak kunjung lebih baik dari sebelumnya, kupikir semua hanya sekedar pelampiasan atas apa kenyataan, tapi kadang; aku juga merasa bahwa semakin lama berjalan semakin ada yang jadi pertanyaan.
Aku belum menemuka jawaban atas apa yang kuharap. Juga belum menemukan inti dari tujuan, kadang terlalu terlena sama kenyataan, kadang pahit rasanya dengan kehidupan, sampai-sampai, ketika sudah setengah perjalanan, aku hilang kendali dan masuk pada yang orang-orang sebut jurang.

    Padahal sudah jauh melangkah, sudah tidak lagi berharap apa-apa atas apa yang ada dalam perjalanan, sudah menjadi sekedar subjek yang membatu dan memilih jalan yang sekiranya kira-kira saja, sudah menjadi hal aneh pada diri sendiri dan sudah berubah ketika orang lain masuk ke dunianya.

    Semakin asing, ketika kenyataan semakin pahit dan tidak ada benarnya sama sekali. Melangkah maju pada yang memberatkan, terus berjalan pada yang sulit ditemukan, tidak berhenti pada yang tidak nyaman, lantas; apa sesungguhnya yang benar-benar ada kali ini? Perjalanan yang akan membawamu pada akhir tanda tanya, atau kesedihan yang pada akhirnya membuatmu paham untuk tidak lagi jatuh pada yang sama?

Monday, May 27, 2019

Kesedihan

    Aku tahu, tiap orang merasa duka yang berbeda-beda. Aku juga tahu, sendu selalu membiarkan sepi menangis sendirian, kemudian ikut-ikutan. Aku tahu, kalau kesedihan tidak memiliki tumpuannya sendiri, melainkan ia datang dan pergi, membiarkan sedih dan sakit hati. kemudiannya.
    Bahwa sebenarnya menangis memang membuat sesak itu reda, menyembunyikan yang sekiranya tidak bisa diceritakan, menahan rasa sakitnya sendirian. Dipojokan, dia ingin lega, kemudian setelah puas, air mata itu dihapusnya. Begitulah caranya untuk membuat lega, meski tiap kali mengingatnya, ada rasa sakit yang luar biasa, terekam jelas dan kemudian berulang.
    Kesedihan itu candu. Ada yang coba-coba tak papa, padahal remuknya luar biasa. Berusaha mengangguk ditengah-tengah hati terkutuk, lupa sama kenyataan dan membiarkan diri sendirian. Tidak ada siapa-siapa yang mampu mendengar, padahal, sekeliling itu, lebih banyak rona bahagia dari tiap-tiap wajah manusia.
    Aku tahu, kesedihan tidak bisa ditebas begitu saja. Sebab duka lebih menang, ia lebih banyak menyimpan alasan. Banyak hal yang membuatnya tetap buruk dimatanya, hingga bahagia semakin hilang dan terhempas jauh-jauh.

    Kalau kutanya perihal mengapa aku menangis, adakah yang bersedia mendengarnya?   
    Kalau kutanya perihal kesedihan, adakah yang mampu meredanya?

    Dan bagiku memang lebih baik untuk tetap berpijak pada sisi bumi paling dalam, pada yang paling hebat, pada yang paling memiliki kekuatan.
Karena terkadang, bersama manusia ada lebih banyak cekaman, lebih berbahaya dan mencurigakan, ada yang membuat sedih itu terus-terusan ada; bukannya menghapus dan menghibur asa.

    Kalau kubilang sekali lagi tentang kesedihan, kenapa rasanya, setiap orang lain berkata seperti itu, hatiku begitu cekatan mendengarnya?

    Kalau kubilang sekali lagi tentang kesedihan, dimana orang-orang?
Apa sudah begitu bahagia dengan hidupnya? Sampai-sampai tidak pernah ada pikiran?

Tuesday, May 21, 2019

Banyak hal.

     Aku sudah lupa rasanya menanam pada orang lain. Banyak hal yang kupelajari mengenai patah-patah sebelumnya, hingga terakhir, aku dapat kabar, hatiku sudah sembuh total dan tak menjalar lagi kemana-mana.
     Aku banyak belajar hal-hal baru mengenai yang lama, cara melupa tanpa tersiksa, cara peka tanpa sengsara, atau bahkan mungkin sekedar canda yang tak harusnya menjadi rasa. Cerita tentang yang ada tak selalu menjadi yang utama, sekedar bersama; namun tidak berharap apa-apa.
Aku sudah belajar banyak hal-hal baru.
Namun bagiku, banyak hal dari cerita-cerita baru yang tidak bisa aku paksa. Ada cerita yang tersisa, seolah tidak seharusnya dipisah begitu saja, hingga terakhir aku sadar, sudah sejauh ini; dan bahayanya, percaya pada diriku untuk tidak begitu saja percaya pada orang lain semakin sulit dan berbahaya.

Wednesday, April 10, 2019

Untuk orang lain

     Beberapa hal tumbuh dari sebuah harapan yang terlalu tinggi, hingga jatuh secara tiba-tiba, semua kacau dan terluka.
Apalagi, kita kadang merasa yang paling terluka.

Beberapa cerita ingin menjadi yang paling hebat, ingin menjadi sebaik-baiknya manusia, ingin menjadi seseorang yang selalu dapat menjadi atap bagi orang lain. Tanpa rasa dendam, tanpa gelisah, tanpa bermaksud hal-hal negatif yang menjadikan dirinya buruk.

Kadang, membahu untuk orang lain, merangkul seseorang supaya lebih baik memang selalu butuh alasan. Menjadi yang selalu ada kadang memuakkan, tapi terkadang, untuk diingat orang lain kita harus melakukan hal-hal yang menjadi kenang bagi orang lain.

Beberapa cerita ingin lebih dikenang sebagai seorang teman yang selalu ada, tempat berbagi cerita, tempat bersender ketika gelisah, dan beberapa kenyataan tentang kenyamanan. Sampai lupa, kadang, ada yang tidak nyaman dengan segalanya, ada yang merasa berbeda ketika ia memberi kebaikan, ada yang pura-pura tidak tahu ketika ia telah memanggil seseorang untuk membantunya.

Ada yang lupa, dan pura-pura.

Tapi, kadang semuanya memang butuh proses, ada yang perlu jatuh dahulu sebelum dinilai orang lain baik, ada yang perhatiannya kadang memberi hikmah untuk kebahagiaan orang lain, ada yang benar-benar menjadi dirinya ketika bersama orang lain. Ada yang ingat pada seseorang, ada yang lupa begitu saja dengan kenangan.

Tapi tunggu dulu, untuk berbuat baik kadang butuh proses, untuk menjadi seseorang yang menaggung resiko atas pebuatan kadang memang perlu berpikir panjang, untuk menjadi seorang pemimpin kadang perlu di jatuhkan, kemudian bangun dengan sebaik-baiknya.

Untuk orang lain,
Kau hanya perlu menjadi yang terbaik untuk dirimu, tanpa ragu, tanpa berpikir bahwa bersamamu akan menjadi sendu.
Tidak,
untuk orang lain, kau dinilai berharga. Sedemikian rupa.

Untuk orang lain, yang masih saja membersamaimu,
dalam tiap ingatan, dalam tiap kenangan.
Mereka tidak lupa, mereka hanya sedang memendam dan menyimpannya dalam-dalam.

Monday, March 11, 2019

Diri Sendiri

Kau tahu?
Akan ada seseorang yang tidak lagi mencibirmu dengan kata-kata kasar, entah karena ia lelah, atau baginya sudah tidak penting. Sebab dunia itu berputar, dan manusia tidak selalu menjadi jahat; pemahaman baru akan datang, dan sempurna, ia akan resah pada segala yang telah dilakukannya.

Kalau ada orang yang membuatmu tidak lagi percaya diri hanya karena melihat tampilan luarmu yang tidak menyakinkan, biarkan saja ia terpenjara oleh khayalanya. Biarkan ia jenuh pada titik tertingginya, sehingga hatinya akan terbuka untuk memandang kelebihan orang lain. Kalau ada orang yang membuatmu mati-matian merendahkan diri sendiri dan merasa jauh sekali dan kalah, jangan jadikan keberhasilannya saat itu menjadi sebuah hal yang harus dimiliki tiap-tiap raga yang hidup, karena tiap orang selalu tumbuh dengan caranya masing-masing.

Terkadang orang menjadi pura-pura hebat untuk menunjukkan kelebihannya.
Terkadang orang menjadi yang terbaik untuk menampilkan apa yang ia punya.

Dan kenyataannya, ia jauh lebih iri pada orang lain.

Jika memang tentang kelebihan setiap orang berbeda; bukankah itu benar?
Tapi, bukankah menjadi yang paling baik; adalah benar?
Diterkam mulut buas, dicerca ucapan kikir; dan akhirnya terlugu di sudut kesunyian.

Jangan,
Jangan memandang diri sendiri itu buruk. Ia terbaik pada sarangnya, ia terlihat hebat pada beberapa kejadian.
Kamu terlihat gagal saat mempresentasikan suatu hal, hingga lupa adanya tentang jiwa seni yang kau miliki. Kamu terlihat tak berhasil jika disuruh berbicara mengenai suatu kasus, hingga kenyataan membuatmu terpenjara, dan melupa padahal ada banyak ingatan yang kau ingat jika memang kau tuliskan.
Kamu terlihat tak punya apa-apa di mata banyak orang, padahal kau lupa; jauh disana, disamping orang-orang terdekatmu, dibawah satu atap yang sama; kau miliki segalanya.

Tentang diri sendiri, dan cara untuk mencintainya.
Menjadi diri sendiri adalah ketentraman, dan tidak lain; merasa bahwa derajat tiap orang sama dimata Tuhan. Manusia itu kokoh, hidupnya lebih baik daripada makhluk lain yang ada. Punya daya pikir, perspektif, imajinatif, serta bakat yang memang adanya.

Bukan karena satu hal akan memperkeruh suasana dan dinilai tidak punya apa-apa.
Bukan karena canggung berdialog, orang-orang merasa kita buruk.
Bukan karena tingkah laku yang gugupan, orang-orang menilai kita tidak berguna.

Lagi-lagi, bukan karena berbeda dinilai tidak memiliki kelebihan.

Lihat orang-orang baik sekitarmu, menjadikanmu nyata dan ada meski tidak dalam mata. Menjadikanmu berguna dan bermanfaat meski banyak yang merasa tidak.

Kita hebat, dalam tiap apa yang kita wujudkan dan bahagiakan untuk orang-orang baik disekitar kita.

Tiap orang tumbuh dengan caranya masing-masing, tumbuh dengan pilihan dan jalan hidupnya masing-masing.

Lalu, buka hatimu dan tanya beberapa kata, kenapa kamu masih yakin bahwa orang lain begitu rendah?

Saturday, February 16, 2019

Media sosial dan candunya

     Memang saya baru berpikir tentang ini, semua akhir-akhir ini. Kenyataan bahwa dunia nyata harus lebih diutamakan dan dijalani dengan baik daripada sekedar yang tak nyata, yang condong ke arah menunjukkan; entah maksudnya benar-benar baik atau sekedar pamer.

Saya memang sangat terlambat untuk sadar, bahwa kehadiran dunia nyata lebih berarti daripada segala yang maya.

Pernah suatu ketika, saat saya berlibur, saat dimana moment itu sangat tepat untuk saya abadikan dalam media sosial. Entah perasaan saya ingin sombong, bercerita---atau sekedar berbagi. Entah apa yang saya rasakan.
Saya pikir ini moment langka, berkumpul bersama keluarga, makan makanan yang mahal, pergi ke tempat wisata yang jauh dan jarang dijangkau orang lain; atau mungkin orang yang hanya berkehidupan menengah ke atas yang bisa menikmatinya.
Kemudian niat itu tumbuh dengan besar, memposting, memberi domain lokasi, menebar kebahagiaan seorang diri, sampai lupa---tentang apa yang sudah saya perbuat.

Tuesday, February 5, 2019

Sudah kubilang, aku biasa saja.

     Sudah kuberitahu bukan? Perempuan manapun juga sepertiku, mereka teroambing-ambing oleh banyak ucapan, yang pada akhirnya membuat hatinya lebam sedemikian.
Sendirian, tidak berteman keramaian.

     Aku pernah bercerita padamu, bahwa akan ada banyak perempuan yang melebihi intensitasku. Tidak perlu ragu, pergilah menjauh. Aku ini juga punya kehidupan, sebuah perjalanan yang menuntunku untuk dewasa sendirian, tidak dengan; atau tanpa kamu didalamnya, yang berasumsi mendewakan diri sendiri dan merasa paling terlihat baik dalam hidupku. Tidak, tidak akan ada getir seperti itu dalam akalku. Aku tidak butuh kau kejar, aku percaya; nalar akan melebar dengan benar.

"Aku ini biasa saja," berkali-kali ucapan itu menyentuh hangat dirimu.

Thursday, January 17, 2019

Ikhlas

     Aku pernah diposisi itu, posisi paling sakit dan paling berat. Posisi ketika aku masih mencari jati diri, menyibukkan hari-hari dengan giat, menggali potensi, dan menolak perasaan.
     Aku pernah diposisi itu, posisi yang membuatku pelan-pelan berharap. Posisi ketika aku pada akhirnya percaya dan yakin pada seseorang yang kerap kali aku usir dari hadapan. Posisi ketika aku menikmati hidup hanya untuk diriku, kemudian aku terbawa cara bermainnya untuk jatuh ke orang lain.

Tuan,
Aku pernah tersakiti. Rasanya, ruang-ruang tenang didada diusik tajam oleh tumpahan rasa sakit. Seperti dihujam bebatuan, namun kali ini tidak berdarah, ia hanya luka dan membekas lama;
Jangan tanyakan berapa lamanya, tidak akan pernah ada ukuran dan prediksi untuk sembuh.
Aku pernah dikhianati. Persis ketika rasa-rasanya aku sedang diboomerangi kenyataan. Aku tidak hanya membenci diriku, namun saat aku membenci segenap kumpulan orang-orang sekitarku. Mereka membuatku kalap dalam hari-hari panjang, dan ada yang dengan sebegitu teganya memberikan rasa sakit yang semakin dalam; semakin terluka. Lukaku itu tidak lagi terpaku pada orang-orang jahat, namun juga pada satu orang yang kupikir akan peduli, kemudian ia melukaiku lebih sakit.
Aku pernah ditinggalkan saat aku butuh penopang, lebih dekat untuk bercerita tentang nyata, lebih paham untuk bercerita tentang rasa. Kupikir, ketidaknyamananku akan direnggutnya lalu diubah menjadi tawa dan lupa akan kejadian yang membuatku renta. Ternyata tidak, aku tetap saja terluka. Aku sendirian dibawah kebisingan orang-orang. Lama, cukup lama bertahan.

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...