Saturday, February 16, 2019

Media sosial dan candunya

     Memang saya baru berpikir tentang ini, semua akhir-akhir ini. Kenyataan bahwa dunia nyata harus lebih diutamakan dan dijalani dengan baik daripada sekedar yang tak nyata, yang condong ke arah menunjukkan; entah maksudnya benar-benar baik atau sekedar pamer.

Saya memang sangat terlambat untuk sadar, bahwa kehadiran dunia nyata lebih berarti daripada segala yang maya.

Pernah suatu ketika, saat saya berlibur, saat dimana moment itu sangat tepat untuk saya abadikan dalam media sosial. Entah perasaan saya ingin sombong, bercerita---atau sekedar berbagi. Entah apa yang saya rasakan.
Saya pikir ini moment langka, berkumpul bersama keluarga, makan makanan yang mahal, pergi ke tempat wisata yang jauh dan jarang dijangkau orang lain; atau mungkin orang yang hanya berkehidupan menengah ke atas yang bisa menikmatinya.
Kemudian niat itu tumbuh dengan besar, memposting, memberi domain lokasi, menebar kebahagiaan seorang diri, sampai lupa---tentang apa yang sudah saya perbuat.

Akhir-akhir ini kebiasaan saya masih sedemikian. Makan-makanan mewah sampai makan-makanan biasa pun, sering saya abadikan dalam bentuk foto.
Saya ditertawakan, "untuk apa kamu foto?"
Finally, i just quiet and said "just take a picture".
And, the image has been saved in my gallery.

Aku tidak tahu untuk apa dan mengapa aku menyombongkannya.
Orang lain bahkan bisa lebih membeli apa yang aku beli.
Orang lain bahkan lebih berbahagia daripada harus mengupload dan menunjukkan ke orang-orang.

Inilah sosial media.
Aku tahu bahwa setiap orang bebas berpikiran.
Ada yang sedikit-sedikit menunjukkan kehidupannya didunia nyata, ada yang ingin dilihat dan diperhatikan seakan-akan ia menarik, ada yang memilih meletakkan ponsel dan bercanda ria, atau juga ada yang memilih menutup diri, membiarkan apa yang telah ia lalui, tidak menunjukkan sejauh apa yang ia punya, semudah apa yang ia inginkan terwujud, atau seperti apa dunia mayanya---semua terkendalikan dan tidak pernah ada apa-apa.


Inilah sosial media.
Saya pun, baru saja akhir-akhir ini sadar setelah mendapatkan teguran dari kakak saya.
Pernah ia mengatakan pada saya,
"Jangan sombong."
Saya menyanggahnya dengan berbagai alasan, "Enggak sombong, cuman mau foto aja."
Dan akhirnya, moment yang bagi saya manis tidak pernah saya abadikan di sosial media manapun, tentang sejauh apa saya berjalan, berkelana, dan hal-hal yang bagi saya adalah moment tepat untuk bercerita.

Bahkan saat saya ingin mengupload sebuah foto, ia mengatakan kalimat menohok berkali-kali.
"Gausa dikasih location, ntar sombong."
Sampai-sampai saya berkata dalam hati,
"Ayolah, ini dunia millenial. Saatnya untuk kekinian."

Tentang kekinian, saya pernah ingin menjadi seseorang yang hits dikalangan media sosial, terutama instagram. Sampai tak jarang, setiap saya mengunjungi sebuah tempat, saya ingin memotret disetiap sisi mana saja, realistisnya mencari pengakuan orang lain di dunia maya.
Tapi akhir-akhir ini, saya lebih tenang, karena bagi saya; saya lebih suka memotret tentang bagaimana saya merasa kehidupan ini lebih berarti daripada dipenuhi foto-foto saya.

Sejauh apapun kamu berlari, seindah apapun hidup, percayalah, untuk menjadi yang paling sederhana, tidak perlu memamerkannya di sosial media.
Sesekali boleh, tapi jangan keseringan.
Sesekali boleh, tapi niatnya diperbaiki.
Sesekali boleh, tapi jangan sampai membuat orang-orang mencibir karena sombong.

Segala kepunyaan kita tidaklah benar-benar milik kita.
Dan hidup, semestinya memang berjalan lurus.
Tidak perlu menunjukkan sedemikian rupa bahwa kita pernah kemana saja, memiliki apa saja, dan sebahagia apa.

Kalau ada yang menyanggah dan mengatakan salah, saya lebih paham dunia nyata memiliki opini yang berbeda dan bebas berpendapat.

Dari saya, yang di gallery banyak banget foto-foto gajelas, foto-foto tiap tempat yang saya datangi, foto-foto yang gapenting bentuknya, kadang tidak berkualitas.

Karena kalau orang bilang, semua ada yang lebih daripada kamu, dan ia memilih diam, kekayaannya dan pengalaman hidupnya bahkan sampai ke hatinya.

Dari saya, yang di gallery banyak banget foto-foto absurd.
Dan selalu mencoba menjalani hidup lebih baik, menahan keinginan untuk yang tidak-tidak terhadap media sosial, dan memanfaatkan perjalanan sedemikian mestinya.
Mencoba biasa saja, disaat orang-orang mulai menunjukkan segala yang ia punya; yang padahal belum tentu benar-benar ia punya.

Menjadi biasa, tidak pernah menyinggung hatimu kan?

No comments:

Post a Comment

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...