Sudah kuberitahu bukan? Perempuan manapun juga sepertiku, mereka teroambing-ambing oleh banyak ucapan, yang pada akhirnya membuat hatinya lebam sedemikian.
Sendirian, tidak berteman keramaian.
Aku pernah bercerita padamu, bahwa akan ada banyak perempuan yang melebihi intensitasku. Tidak perlu ragu, pergilah menjauh. Aku ini juga punya kehidupan, sebuah perjalanan yang menuntunku untuk dewasa sendirian, tidak dengan; atau tanpa kamu didalamnya, yang berasumsi mendewakan diri sendiri dan merasa paling terlihat baik dalam hidupku. Tidak, tidak akan ada getir seperti itu dalam akalku. Aku tidak butuh kau kejar, aku percaya; nalar akan melebar dengan benar.
"Aku ini biasa saja," berkali-kali ucapan itu menyentuh hangat dirimu.
Aku pernah memberitahumu tentang seorang perempuan yang sedang resah, hatinya penuh tangis yang pecah. Aku juga memberimu sebuah petunjuk bahwa setiap perempuan memiliki kelasnya sendiri-sendiri, ada yang nampaknya luar biasa, semakin kau mencari tahu, akan ada banyak yang terlihat paling istimewa. Ada yang terlihat buram, tapi saat kau mendekatinya hatinya lebih baik dan temaram. Ada yang genit, semakin kau dekati, ia semakin legit.
Bertuturlah pada perempuan manapun seperti kamu yang sedang menjadi seorang lelaki sesungguhnya; memilah dan meluruskan jalan.
Aku pernah meyakinkan tentang kenyataan, tentang sesuatu yang tidak pernah menjadi jalannya, dan semua ada batasan yang tak pernah dapat diubah oleh harapan. Banyak, cukup banyak aku menjelah waktu, mengitari jalan yang berliku, hingga tiba pada titik dimana aku meyakinkanmu untuk menyerah.
Berkali-kali aku berusaha untuk merusak apa yang kita pilih, karena yang lebih baik adalah pisah yang jelas akan membuat pulih. Entah kapan, entah kapan rasa itu memulih dan akan sesuai ekspektasiku, yang kulawan agar aku merasa lebih baik.
Aku pernah memohon pada seseorang. Permohonan untuk pergi, bentuk keinginan agar tidak terlalu dekat. Agar aku bisa pulang sendirian dengan penat, agar aku tidak berbeban akan hati, agar semua kembali. Semua kembali pada keadaan awal, bahwa menjadi anonim lebih baik dan nyaman daripada semakin mendekat namun menyayat.
Apa lagi yang kamu harapkan?
Sudah kuberitahu berkali-kali,
Aku ini biasa saja.
Permohonanku banyak.
Perbuatanku yang sering mencela.
Merasa bahwa berjuang tidak akan memberi dampak.
Sudah kubilang, aku ini biasa saja. Tidak ada yang istimewa, semua akan memenuhi masalah, semua akan menjadi beban.
Pada akhirnya, aku kalah.
Memintamu memahamiku lebih susah.
Dan pada akhirnya, aku sudah terjatuh terlalu dalam.
Rasaku seperti dinanarkan, semuanya tidak lagi seperti biasa.
Aku yang pernah lelah memohon untuk dibiasakan, kini kalah oleh keadaan. Semua sudah tertutup, tidak ada lagi kebaikan-kebaikan yang diperoleh. Aku sedang tak biasa saja, untuk waktu yang panjang, untuk hari-hari yang sedemikian.
Untuk kesepian, aku tidak lagi nyaman.
Untuk ketenangan, aku tidak lagi menemukan keajaiban.
Aku yang pernah ingin dibiasakan, sudah lelah dan rapuh atas kenyataan.
Terimakasih, dan maaf; sekali lagi. Untuk telah membuat patah pada perempuan yang berbahagia dengan sederhana, perempuan yang biasa saja.
Maaf, jika aku bilang sekali lagi, aku masih berbeban.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...
No comments:
Post a Comment