Aku kembali jatuh cinta ketika sudah kulepeh habis-habisan pada pahitnya masa lampau yang membungkam. Kelu menyiksa asa-ku, bahkan tiap rentetan aksara yang kusemayamkan tentang perasaan itu semakin membengis. Dan sekali ini, izinkan aku menulis tentang keindahan. Kekuatan per-seorangan yang selalu menyelip diantara hari-hari pilu atau syahdu. Biarkan jemari ini melentik sedikit, hati ini terbang diantara kebinaran cahaya, juga senyum merekah pada para manusia yang siap menjadi pundak untuk kekuatannya. Merah pada hatinya mulai mengalir merona, setelah beribu waktu yang tak usai akan lebaman itu membuatnya kehitaman. Kemarau seakan malu. Ia berjalan mundur menyibak sebilah musim gugur yang merekah. Menawankan dedaunan yang jatuh perlahan-lahan. Menapak pada tanah yang tak lagi tandus, ditumbuh oleh rerumputan hijau yang bersemi dan memukau, terlihat indah. Semuanya menarik, seperti lempengan hatiku yang kini tak lagi sendu. Kekuatan itu, kini kembali padaku, tertanam pada benih-benih rasaku. Yaitu; cinta.
Diawal, izinkan aku membesuk waktu untuk sekedar menyapa kenang. Hal yang seharusnya tak kuseret lagi pada nyata takdir bahwa itu tak lagi jalan hidupku. Hal-hal teramat getir telah terlewati, meski mungkin beribu klimaks akan menyapaku didepan. Kini, izinkan aku memperolok canggung apa yang dulu kuerat. Menertawakan kisah-kisah harap yang selalu diabai. Menyeka sedikit rasa malu akan harapnya yang tak usai. Maka, biarkan aku membodohi pribadi ini. Raga yang ada pada tubuh ini. Mengernyitkan duka-duka lama yang sudah lama terkenang. Menertawakan tulisan-tulisan putus asa akan seseorang. Dan kini, biarkan aku mengobatinya sendirian. Sambil menggenggam rasa terindah yang selalu kuciptakan. Merekah, hingga sosok lama tak lagi terngiang.
Saturday, November 5, 2016
Friday, September 16, 2016
Masih berbekas.
Entahlah. Aku tak mengerti tentang hubungan yang pernah terdekap erat yang kini dengan ego menumbuhkan ilalang-ilalang disela jerami tajam yang menusuk-nusuk hingga membuat aku terlalu terluka. Memang. Kuncup bunga mawar merah yang menyelipkan cinta itu kini memaparkan duri-duri tajam yang mengiris dengan lincah tiap perasaan yang sudah beribu lamanya coba ditanam. Gundah, perih, rasa terapuh yang kukiaskan dengan senyuman manis memang cukup mengibaratkan kata topeng yang kini bermukim untuk waktu yang cukup lama dalam diriku. Aku tak tau kemana lagi menapak, sebab jejak-jejak kakiku telah tersapu arus kuatmu yang menggulung masalalu. Aku juga tak mengerti mengapa sayap-sayap imajinasiku kini terbang. Sedang selama ini ia tak nyata, bahkan untuk mengepak aku jatuh kembali pada dirimu. Dan kau menuntunku untuk bisa bercengkrama. Merasa awan nyata, menyapa merpati putih dengan geming matanya yang menunjukkan ketulusan, seperti kau, dan kau adalah tempatku pulang.
Entahlah. Aku tak punya nyali lagi untuk melawan musuhku. Masa lalu tentang setiap rasa. Panoramamu eksotis; ada perjuangan yang melebihi batas kriteriaku. Yang pada akhirnya kutau, itu hanya sebatas sengketa. Hanya syarat pilu yang seakan menggemuruhkanku. Memberi tanda bahwa itu hanya gurauan. Yang menipu pikirku, sedang kamu asyik melepehku dari dalam. Ada dusta yang kau selip diam-diam. Dan aku tak menyibaknya seinci pun. Sebab bunga-bunga sedang kuncup digemuruh hatiku. Dan pada akhirnya, ia terbuka perlahan-lahan. Menanam lebam pada benih cintaku.
Entahlah. Aku tak punya nyali lagi untuk melawan musuhku. Masa lalu tentang setiap rasa. Panoramamu eksotis; ada perjuangan yang melebihi batas kriteriaku. Yang pada akhirnya kutau, itu hanya sebatas sengketa. Hanya syarat pilu yang seakan menggemuruhkanku. Memberi tanda bahwa itu hanya gurauan. Yang menipu pikirku, sedang kamu asyik melepehku dari dalam. Ada dusta yang kau selip diam-diam. Dan aku tak menyibaknya seinci pun. Sebab bunga-bunga sedang kuncup digemuruh hatiku. Dan pada akhirnya, ia terbuka perlahan-lahan. Menanam lebam pada benih cintaku.
Saturday, August 6, 2016
Aku menyimpan dalam doa.
Selamat malam, kepada kamu, yang menjadi sayap dalam patahanku.
Jari-jari tanganku saling beradu. Membentuk gumpalan harap yang terngiang dalam rasa. Dariku, yang menjadi hitam karena kelu. Sebab perasa yang kurasa ini semakin memuncak. Aku cukup jera memupuk dalam-dalam setiap cinta yang mulai merekah untuk seseorang yang kurahasiakan. Sudah kubagi berdua namanya pada Tuhan. Kuceritakan dengan elok setiap gerak-geriknya. Dan yang selalu kuikat dengan Do'a, itu bagaimana caranya aku berharap.
Ada senyum tipis diraut wajahmu. Yang tentunya adalah pesona terbaik yang selalu kucanggungkan. Aku tak ingin kau mengusirku, saat aku mencoba mengendalikan topeng perasaanku disaat kita sekedar berhadapan. Sejauh apapun aku memalsukan hati, ia malah berdegup kencang. Aku selalu berbohong tentang itu. Tersenyum dan mengatakan biasa-biasa saja. Tapi ada senyum yang menyiksaku untuk tetap mengatakan tak apa. Hatiku keram, dan senyumku itu menggetir saat kita sudah berjalan pisah.
Jari-jari tanganku saling beradu. Membentuk gumpalan harap yang terngiang dalam rasa. Dariku, yang menjadi hitam karena kelu. Sebab perasa yang kurasa ini semakin memuncak. Aku cukup jera memupuk dalam-dalam setiap cinta yang mulai merekah untuk seseorang yang kurahasiakan. Sudah kubagi berdua namanya pada Tuhan. Kuceritakan dengan elok setiap gerak-geriknya. Dan yang selalu kuikat dengan Do'a, itu bagaimana caranya aku berharap.
Ada senyum tipis diraut wajahmu. Yang tentunya adalah pesona terbaik yang selalu kucanggungkan. Aku tak ingin kau mengusirku, saat aku mencoba mengendalikan topeng perasaanku disaat kita sekedar berhadapan. Sejauh apapun aku memalsukan hati, ia malah berdegup kencang. Aku selalu berbohong tentang itu. Tersenyum dan mengatakan biasa-biasa saja. Tapi ada senyum yang menyiksaku untuk tetap mengatakan tak apa. Hatiku keram, dan senyumku itu menggetir saat kita sudah berjalan pisah.
Thursday, June 23, 2016
Space, dan Cerita Pindahan
Hai readers. salam kechup dariku. Jangan menangis, aku gak bisa ngapusin air mata kalian, jangan sedih, aku gakbisa selalu menghibur kalian, jangan marah kalo aku pergi, karena aku selalu ada dihati.:)
Jadi gini, kenapa aku kepikir buat bahas ini kelas? Pertama, karena tanggal 1 Juli 2015 lalu, aku baru aja pindah. Ya giniya, buat yg gatau aku pindah kemana, jadi gini, sedikit info about my self. Aku lahir di Malang, pernah ABC(anak baru kecil ahhaa, umur 1-2 thn apa gasalah itu) tinggal dikupang-NTT. Jangan Rasis tentang kulit ya! Kt ortu aku sih mreka baikbaik;) Ya itu cukup lama sih. Sebelumnya pas aku msh betah diperut ya ahaha, jg sempet tinggal di Bima, NTB, lama juga sih, ya timur gimana ya pasti beda kan. untung aja ga lahir disana, entar balek kampung, *LOH ITU KAN BUKAN KAMPUNG GUE, ya gitu kirakira ya hm. Yagitu, sampe suatu saat pindah ke Pekanbaru kota asing di sumatera, yang gapernah tau. Yauda deh gede disana. Sekarang? Naik kelas 2 SMA? Pindah ke Palembang. *btw ini kota ayah aku sih,dari lahir disni yaa bisa dibilang orang sini meskipun ortunya kagak asli plg hm. Intinya rumit deh. itu aja sekilas ya. Gapenting sih, intinya kan aku mau berbagi cerita, ya untung2 kalo tanggepannya positif;)Oke next,
Jadi gini, kenapa aku kepikir buat bahas ini kelas? Pertama, karena tanggal 1 Juli 2015 lalu, aku baru aja pindah. Ya giniya, buat yg gatau aku pindah kemana, jadi gini, sedikit info about my self. Aku lahir di Malang, pernah ABC(anak baru kecil ahhaa, umur 1-2 thn apa gasalah itu) tinggal dikupang-NTT. Jangan Rasis tentang kulit ya! Kt ortu aku sih mreka baikbaik;) Ya itu cukup lama sih. Sebelumnya pas aku msh betah diperut ya ahaha, jg sempet tinggal di Bima, NTB, lama juga sih, ya timur gimana ya pasti beda kan. untung aja ga lahir disana, entar balek kampung, *LOH ITU KAN BUKAN KAMPUNG GUE, ya gitu kirakira ya hm. Yagitu, sampe suatu saat pindah ke Pekanbaru kota asing di sumatera, yang gapernah tau. Yauda deh gede disana. Sekarang? Naik kelas 2 SMA? Pindah ke Palembang. *btw ini kota ayah aku sih,dari lahir disni yaa bisa dibilang orang sini meskipun ortunya kagak asli plg hm. Intinya rumit deh. itu aja sekilas ya. Gapenting sih, intinya kan aku mau berbagi cerita, ya untung2 kalo tanggepannya positif;)Oke next,
Wednesday, June 1, 2016
Tentang apa-apa saja.
Ia yang kutemui dengan separuh lugunya ditambah dengan senyum tipis disudut bibirnya, adalah ia yang perlahan menyeretku agar berteriak bahwa senyuman itu adalah tanda penghujatan. Ia tidak mengatakan apa-apa tentang pendeskripsiannya mengapa ia dapat mencondongkan bibirnya dengan tatapan begitu datar yang menyimpan beribu pertanyaan padaku. Jelas. Tanda tanya terus terguncang dikepalaku. Apa itu? Bukannya ia seramah tamah seperti orang yang kukenal jauh-jauh hari sebelumnya?
Ia yang kuceritakan berbagai hal ajaib tentang hidupku yang memiliki beribu tikaman dari sudut manapun, adalah ia yang dengan mudah memberi jawaban konyol yang seakan membengis bahwa itu adalah hal yang seharusnya kudapatkan. Entahlah. Mengapa keji dari bisuan-bisuan yang menggerogoti telingaku itu adalah alasan mengapa aku menghakimi dirinya. Mungkin tidak benar, tapi tidak salah. Aku menilai tanpa perlu menganalisa lebih jauh hingga ia menyeret ragaku keperangkapnya. Bukan. Aku hanya memercikkan buih pada rasa ajaib yang menghasutku untuk memiliki penilaian tersendiri tentang perilakunya. Meskipun mustahil, pikiran yang kukendalikan sedikit ini tetap dipengaruhi hawa-hawa hati yang merintih tentang sikapnya. Apakah benar, ia menyimpan beribu kemuslihatan yang kapan saja dapat menyerangku dengan buas?
Ia yang kuceritakan berbagai hal ajaib tentang hidupku yang memiliki beribu tikaman dari sudut manapun, adalah ia yang dengan mudah memberi jawaban konyol yang seakan membengis bahwa itu adalah hal yang seharusnya kudapatkan. Entahlah. Mengapa keji dari bisuan-bisuan yang menggerogoti telingaku itu adalah alasan mengapa aku menghakimi dirinya. Mungkin tidak benar, tapi tidak salah. Aku menilai tanpa perlu menganalisa lebih jauh hingga ia menyeret ragaku keperangkapnya. Bukan. Aku hanya memercikkan buih pada rasa ajaib yang menghasutku untuk memiliki penilaian tersendiri tentang perilakunya. Meskipun mustahil, pikiran yang kukendalikan sedikit ini tetap dipengaruhi hawa-hawa hati yang merintih tentang sikapnya. Apakah benar, ia menyimpan beribu kemuslihatan yang kapan saja dapat menyerangku dengan buas?
Saturday, May 14, 2016
Suatu hari nanti
Suatu hari nanti, aku akan mendekap buku kecil kusam yang telah lama ku penjarakan dalam hidup. Seperti kenangan, yang sempat kurasakan pelu nya. Rasa harus terburu-buru dengan waktu. Juga hari-hari dimana kesedihan memuncak yang sepertinya senang untuk disusun kembali. Ada keabadian yang sepertinya kugurat dengan sengaja. Tentang kepedihan. Lantas, itukah memori yang harus kusimpan dalam tulisan nakal jeritan hati yang ingin memaki? Disanalah. Memori berkiprah dalam catatan kecil sang perindu nyata. Aku.
Suatu hari nanti, pikiran kelam yang menelusup dalam tulang rusukku, itulah yang mengisahkannya pada semua. Tentang kepasrahan, atau penyerahan tentang hidup. Dimana bibir tak sampai mengucap, tapi hati rapuh terpecah belah. Pernah. Itulah yang berkiprah dalam benakku dalam jangka waktu ini. Entah mengapa, kepedihan terus merombak lagi, ia bertambah hingga sesak semakin terjadi. Aku taktau hal apa ini, sesuatu yang menyakitkan hingga aku tak bisa berkutik lagi untuk menyampaikan suasana hati. Semua menyatu dalam jangka waktu yang kurasa cukup lama. Hingga kepedihan semakin menjulur, lelah mendekap dinding kokoh dihati yang mulai runtuh. Entahlah. Sesuatu yang tak sepantasnya ku umbar dimana saja.
Suatu hari nanti, pikiran kelam yang menelusup dalam tulang rusukku, itulah yang mengisahkannya pada semua. Tentang kepasrahan, atau penyerahan tentang hidup. Dimana bibir tak sampai mengucap, tapi hati rapuh terpecah belah. Pernah. Itulah yang berkiprah dalam benakku dalam jangka waktu ini. Entah mengapa, kepedihan terus merombak lagi, ia bertambah hingga sesak semakin terjadi. Aku taktau hal apa ini, sesuatu yang menyakitkan hingga aku tak bisa berkutik lagi untuk menyampaikan suasana hati. Semua menyatu dalam jangka waktu yang kurasa cukup lama. Hingga kepedihan semakin menjulur, lelah mendekap dinding kokoh dihati yang mulai runtuh. Entahlah. Sesuatu yang tak sepantasnya ku umbar dimana saja.
Friday, April 15, 2016
Suatu saat!
Satu. aku membencimu bukan karena tingkah lakumu yang tak kusenangi. jauh dari itu, aku membenci apa-apa saja yang sudah sedari dulu kau lakukan. cuih. aku membenci segala yang ada pada dirimu.
Dua. aku membenci diriku yang akhirnya masuk keperangkapmu. bodoh sekali. berkali-kali aku menghina diriku karena sebabmu. semudah itu saja ternyata aku terpedaya dengan ucapan omong kosong. mana isinya? dibawa angin lalu berputar-putar sampai jatuh kelaut lepas dan hancur berantakan?
Sudah cukup. aku tak perlalu menghitung lagi untuk ketiga,keempat, atau seterusnya. Seseorang yang dapat menuai janji serius dan memasang mimik wajah seperti malaikat, ialah yang paling dengan mudah menusuk-nusukkan pisaunya dengan mengiris hatiku. Siapa yang bisa bergombal tanpa memasang janji? Hah! tidak ada. Semuanya bullshit memang. Perilaku asli yang disembunyikan dibelakang kelihatan miris. Seperti itukah kau kurangnya perhatian dari seorang perempuan? Rendah sekali. Terlihat tak terpandang!
Dua. aku membenci diriku yang akhirnya masuk keperangkapmu. bodoh sekali. berkali-kali aku menghina diriku karena sebabmu. semudah itu saja ternyata aku terpedaya dengan ucapan omong kosong. mana isinya? dibawa angin lalu berputar-putar sampai jatuh kelaut lepas dan hancur berantakan?
Sudah cukup. aku tak perlalu menghitung lagi untuk ketiga,keempat, atau seterusnya. Seseorang yang dapat menuai janji serius dan memasang mimik wajah seperti malaikat, ialah yang paling dengan mudah menusuk-nusukkan pisaunya dengan mengiris hatiku. Siapa yang bisa bergombal tanpa memasang janji? Hah! tidak ada. Semuanya bullshit memang. Perilaku asli yang disembunyikan dibelakang kelihatan miris. Seperti itukah kau kurangnya perhatian dari seorang perempuan? Rendah sekali. Terlihat tak terpandang!
Monday, April 4, 2016
Tidak apa yang kau mau, Tuan.
Aku tidak anggun, Tuan.
Tak mengapa jika semu diujung mulut seorang pecandu wanita yang luar biasa itu terus berkutik dibagian itu saja. Aku tau, bahwa engkau mendekap seseorang yang dapat mengertimu tanpa setitikpun belenggu tak suka. Aku tau, jika kepingan hatimu mulai membaik karena wanita terindah yang Tuhan hadirkan dengan senyum yang mempesona dan juga hati yang mulia. Aku tau, Tuan. Jika yang engkau idam-idamkan adalah bidadari surga yang membius dunia fana ini tanpa ada jengkalnya. Aku tau, Tuan. Jika apa-apa saja yang aku lakukan bukan hal yang dapat menggugah hatimu untuk merengkuh padaku sedikit saja. Aku tau, Tuan. Karena aku tidak seberkelas para wanita mulia yang engkau idam-idamkan.
Padamu. Aku tau, tak senonoh jika aku mengistimewakan hati pada seseorang yang menyeret ragaku untuk pergi dari sudut sana. Bahkan, dalam tatapan semu-ku pun diujung lingkup dunia, ia tau bahkan mengusirku untuk tak perlu menunggunya. Yha, Tuan. Seharusnya aku mendekap raga dan rasa yang kuutarakan padamu itu, sebab aku tidak semenarik perempuan baik yang lain, Tuan.
Tak mengapa jika semu diujung mulut seorang pecandu wanita yang luar biasa itu terus berkutik dibagian itu saja. Aku tau, bahwa engkau mendekap seseorang yang dapat mengertimu tanpa setitikpun belenggu tak suka. Aku tau, jika kepingan hatimu mulai membaik karena wanita terindah yang Tuhan hadirkan dengan senyum yang mempesona dan juga hati yang mulia. Aku tau, Tuan. Jika yang engkau idam-idamkan adalah bidadari surga yang membius dunia fana ini tanpa ada jengkalnya. Aku tau, Tuan. Jika apa-apa saja yang aku lakukan bukan hal yang dapat menggugah hatimu untuk merengkuh padaku sedikit saja. Aku tau, Tuan. Karena aku tidak seberkelas para wanita mulia yang engkau idam-idamkan.
Padamu. Aku tau, tak senonoh jika aku mengistimewakan hati pada seseorang yang menyeret ragaku untuk pergi dari sudut sana. Bahkan, dalam tatapan semu-ku pun diujung lingkup dunia, ia tau bahkan mengusirku untuk tak perlu menunggunya. Yha, Tuan. Seharusnya aku mendekap raga dan rasa yang kuutarakan padamu itu, sebab aku tidak semenarik perempuan baik yang lain, Tuan.
Thursday, February 11, 2016
Memori.
Hai masalalu yang masih terukir tajam di sela-sela ragaku. Kuucapkan sepatah kata untuk seseorang yang bahkan selalu mengikiskan raut wajah datar yang menampung debit rasa tak suka padaku. Kuucapkan sepatah kata untuk seseorang yang terpenjarak jauh tapi ia mengistimewakan hadirku pada keadaan yang telah berlalu juga membenamkan memori indah tanpa absennya diriku dalam sanubarinya.
"Terimakasih pernah ada."
Untuk seseorang yang mungkin pernah peka tentang segala gerak-gerik tubuhku. iya, seseorang yang tak bisa kerkutik pada keadaan sekarang. Bermil jarak yang menyudutkan kita, seakan membenamkan rasa rindu itu pada hatinya. Ia terdiam canggung. tapi siapa yang tau degup kencang hatinya sekarang bernafsu pada satu tumpuan? atau bahkan mungkin lebih dari satu pusaran? entahlah. kepekaan yang berlebihan dahulu hanyalah bentuk dari sebuah argumen bahwa aku berprasangka baik padanya. atau mungkin, ia tak peka bahwa aku pilihan pertama sebagai pelampiasan permainan yang belum pernah ia temukan.
"Terimakasih pernah ada."
Untuk seseorang yang mungkin pernah peka tentang segala gerak-gerik tubuhku. iya, seseorang yang tak bisa kerkutik pada keadaan sekarang. Bermil jarak yang menyudutkan kita, seakan membenamkan rasa rindu itu pada hatinya. Ia terdiam canggung. tapi siapa yang tau degup kencang hatinya sekarang bernafsu pada satu tumpuan? atau bahkan mungkin lebih dari satu pusaran? entahlah. kepekaan yang berlebihan dahulu hanyalah bentuk dari sebuah argumen bahwa aku berprasangka baik padanya. atau mungkin, ia tak peka bahwa aku pilihan pertama sebagai pelampiasan permainan yang belum pernah ia temukan.
Thursday, January 14, 2016
break(?)
Terlalu percaya. terlalu tertipu akan katakata palsu. terlalu tersakiti untuk dikatakan berharap. seperti inikah perih yang selalu kau puja? kau harap dan kau inginkan? ucapanmu seakan menipu ku tajam. perkataanmu sama saja dengan yang lain. selalu memberi alasan untuk membuatku semakin mengerti, semakin menerima, hingga hati ini, sudah tepat dipilihannya. sudah tak ingin pergi, berpisah, bahkan mati. sekarang? sudah lumpuh begitu saja.
Dulu, sebelum kita bertemu, ada hal-hal yang sudah seolah olah ku jalani dengan indah. tau? sebelum ada yang hadir dan memberi kepalsuan. ada berbagai cara membuat diriku utuh, berdiri sendiri, sebelum mengenalmu. ada berbagai cara dan hal-hal yang membuatku tidak kikuk, tidak bingung, tidak bimbang. tegas, aku menjalani sebagian hidupku saat itu seolah-olah aku bisa. aku tak perlu masuk lagi ke adegan baru, karena peran yang sudah kujalani sudah cukup nyaman. tau? disela-sela keseharian itu, mengapa kamu hadir begitu saja? hadir, membawa harapan yang tak jelas.
Subscribe to:
Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...