Aku kembali jatuh cinta ketika sudah kulepeh habis-habisan pada pahitnya masa lampau yang membungkam. Kelu menyiksa asa-ku, bahkan tiap rentetan aksara yang kusemayamkan tentang perasaan itu semakin membengis. Dan sekali ini, izinkan aku menulis tentang keindahan. Kekuatan per-seorangan yang selalu menyelip diantara hari-hari pilu atau syahdu. Biarkan jemari ini melentik sedikit, hati ini terbang diantara kebinaran cahaya, juga senyum merekah pada para manusia yang siap menjadi pundak untuk kekuatannya. Merah pada hatinya mulai mengalir merona, setelah beribu waktu yang tak usai akan lebaman itu membuatnya kehitaman. Kemarau seakan malu. Ia berjalan mundur menyibak sebilah musim gugur yang merekah. Menawankan dedaunan yang jatuh perlahan-lahan. Menapak pada tanah yang tak lagi tandus, ditumbuh oleh rerumputan hijau yang bersemi dan memukau, terlihat indah. Semuanya menarik, seperti lempengan hatiku yang kini tak lagi sendu. Kekuatan itu, kini kembali padaku, tertanam pada benih-benih rasaku. Yaitu; cinta.
Diawal, izinkan aku membesuk waktu untuk sekedar menyapa kenang. Hal yang seharusnya tak kuseret lagi pada nyata takdir bahwa itu tak lagi jalan hidupku. Hal-hal teramat getir telah terlewati, meski mungkin beribu klimaks akan menyapaku didepan. Kini, izinkan aku memperolok canggung apa yang dulu kuerat. Menertawakan kisah-kisah harap yang selalu diabai. Menyeka sedikit rasa malu akan harapnya yang tak usai. Maka, biarkan aku membodohi pribadi ini. Raga yang ada pada tubuh ini. Mengernyitkan duka-duka lama yang sudah lama terkenang. Menertawakan tulisan-tulisan putus asa akan seseorang. Dan kini, biarkan aku mengobatinya sendirian. Sambil menggenggam rasa terindah yang selalu kuciptakan. Merekah, hingga sosok lama tak lagi terngiang.
Aku kembali merayap-rayapkan perasaan pada seseorang. Lelaki yang sempat kuhempas habis-habisan juga tak kucanggunkan, kini adalah yang selalu terngiang-ngiang dalam tiap detik waktu. Aku kembali menancapkan panah asmara pada ia yang sempat kuacuh hadirnya. Dan kini, ucapan-ucapan itu membungkam dalam-dalam, dan cinta yang berbinar juga paling bedegup kencang adalah menang yang kurasa untukmu sekarang. Aku justru memutar fakta, semakin oleng darimu adalah penat yang tak pernah habis kurasa. Aku benar-benar tenggelam dalam hadirmu yang kusembunyikan adanya.
Aku mencintaimu kala aku terpenat, penat untuk menyongsong masalalu terus-terusan ketika mataku buta akan tatapan untuk melangkah kedepan, dan selalu melirik-lirik kisah lama. Dan kau, juga tak menghampiri sedetikpun waktu untuk belok sedikit pada hadapku. Seakan nyaliku itu buta, meciutku untuk tak berani menatap lempeng bola mata hitam binarnya. Entahlah. Entah sihir apa yang kau lanturkan pada jiwaku. Meski sekalipun kau tak mengarahkan panoramamu pada arahku. Terimakasih, telah membuatku jatuh pada beribu bintang yang belum tentu terang. Seperti cintaku, yang belum jelas kau harap atau tidak nyatanya.
Dan bila apa yang kurasa ini bukan apa yang ingin kau dengar, biarkan aku mengikat dalam-dalam pilunya pada seuntai kata lagi. Sebab, bersama tulisan aku aman. Menangis pada ketikan-ketikan kata yang terurai dari lebam dihati. Jika harus memilih, apa yang harus ku-kelu kesahkan? Menangis karena kau tak peduli? Atau menahan bahagia karena kau menatapku dalam tenang? Aku tak mendapat kabar apapun. Seakan dekat yang selalu kucanggungkan, bukan alasanku untuk percaya, cintamu itu; hak-ku.
Dan bila semuanya masih remang-remang. Jangan sampaikan kabar yang nantinya kudengar bahwa kau mencintai orang lain. Aku pasti runtuh. Lemah diam-diam dan hatiku rusak berkeping-keping. Aku ingin kau mendengar sedikit, aku tak bisa banyak gesit, sebab nuraniku begitu halus. Ia tak bisa berkoar-koar menyatakan rindu. Menyampaikan perasaan yang sudah puncak kurasa. Biarkan perasaanku menggapaimu. Lewat aliran doa yang kulabuhkan pada segenap cinta. Sayang, cintaku terlahap habis oleh orang lain yang akhirnya memenangkanmu. Yang tak pernah kutau, pada siapa singgasanamu yang akhirnya terlihat bahagia bersamamu.
Jika akhirnya bukan aku, dengan teramat rela kugusur habis hadirmu yang sejengkal pada hidupku. Ternyata hati itu teramat jauh, meski pertemuan terjalin indah dan baik-baik saja. Kau menyakiti asa-ku. Juga menyakiti aksara-aksaraku yang terlanjur merangkai puitis cinta akan hadirmu. Aku sangat takut. Meski kita hanya saling membisu. Aku berkali-kali menutup hati. Menyembunyikan keadaan hatiku yang bedegup hebat kala berselisihan bersamamu. Aku membungkam hebat. Meniadakan rasa bahagiaku yang berkoar-koar. Aku membisu. Lagi-lagi kita tak ada kabar baik untuk saling sepaham. Dengan perasaan yang sama-sama memihak.
Dan ternyata, aku benar-benar jatuh cinta pada bola mata hitammu. Pada candamu. Pada dirimu yang kutau belum mencintai siapa-siapa. Biarlah. Biarkan aku menahan rasaku, apa yang kupendam dalam-dalam ini jadi penantian panjang. Semoga ricuh dari suara hatiku dapat menegurmu dalam hening, membuka tabir cintamu yang cukup tak mengerti kepura-puraanku. Biasaku ini, menyimpan bertubi-tubi harap yang mungkin kau cemooh pada akhirnya, kau buang jauh-jauh, dan kita semakin jauh.
Akhirnya, cukup aku yang kau sendukan. Aku terlanjur lelah menyimpan dekap-dekap pilu yang selalu kau semayamkan kala bola mata melirikmu bersama yang lain. Siapapun yang tak kuketahui. Biarlah. Biarlah aku mencintaimu sepihak. Sebab, amanku adalah diriku. Mencintaimu itu hanya sebatas lelah. Meski dilubuk terdalam, aku tetap butuh lelah itu.
Maka biarlah. Cukup aku saja yang terlanjur jatuh cinta. Kau jangan tau. Sebab, menjadi tau tak selalu indah.
Saturday, November 5, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...
No comments:
Post a Comment