Aku sudah terbiasa--setelah segara caramu memberi ruang kosong yang amat memberatiku. Sekali lagi, aku terbiasa dengan segala bentuk kalimat klise yang tidak ada artinya sama sekali lagi. Ucapan yang kamu adakan menjadi ruang tunggu paling menyesakkan yang akan segera selesai. Ternyata memang benar, segala yang kamu bawa sudah sebaiknya pulang pada tempat yang tidak ada perlu kepentingan, dan memang akan selamanya usai.
Aku keruh dengan suasana yang membebanku dari jauh-jauh hari. Sudah lama setelah aku menemukan titik baru atas segala pura-pura yang datang kembali. Berharap pun tak pernah sama--ada banyak hal yang bisa aku kejar dan belajar, bahwa yang datang bukan untuk menetap; namun berkunjung hanya untuk saling melempar tanya--dan sebatas bercakap.
Aku mengetahui namun tidak peduli; berusaha untuk tetap disini dan sekali lagi tidak peduli. Ada banyak hal yang tidak cukup kita abadikan bersama, karena setiap sama membawa dukanya, segala rasa yang kita pikir bahagia tetap menghadiahkan patah selanjutnya.
Sudah? Sudah cukup tahu bahwa setiap kali mengingat akan ada perasaan yang tidak ingin kita miliki dan yang tidak bisa aku jelaskan keadaannya?
Aku tidak lagi harus menampakkan dengan jelas tiap perasaan yang ada. Tidak perlu pula menceritakan kembali tentang kita yang bukan lagi sama. Memang tidak perlu menulis tentang ini. Kemudian aku ceritakan bahwa segala rasa sakit yang belum pernah ingin pergi tetap menjadi narasi dalam tulisan ini. Jadi, kuberitahu padamu sekali lagi, aku sudah terbiasa untuk menerima yang ingin aku benci, menerima yang paling membuatku tak peduli bahwa bahagia sedang ada di hari-hari panjang yang aku lalui.
Aku sudah tidak peduli. Aku mengerti bahwa kasih sayang yang paling adalah yang semestinya ada dalam diriku sendiri. Keyakinan bahwa hal yang paling menerima ialah yang selalu bersama dan tidak pula menyakiti dalam bentuk apapun maksud dan tujuannya.
Sampaikan pada dirimu sendiri bahwa aku sudah usai. Kita masih bisa tertawa dibalik luka-luka yang tercipta dari sebuah harapan yang tidak pernah memihak. Kita masih bisa senyum diantara cerita yang tidak lagi perlu terkenang. Kita masih bisa tumbuh tanpa mengingat rasa sakit masing-masing, dan tidak lagi aku perlu tahu bahwa tujuan yang pernah kamu inginkan bukan karena perasaan, dan kenyataan bahwa segala yang kita ingin bukan pilihan yang tepat.
Aku masih menjelma menjadi ruang kosong dalam ingatanmu, bukan? Semoga selebihnya segala yang tidak aku harapkan dapat berwujud kenyataan, segala gelisah menjadi jawaban yang dapat memberiku ketenangan.
Tenang. Ketenangan mengajariku untuk terbiasa melewatinya, pelan tapi pasti, aku tahu bahwa tidak pernah mudah untuk pura-pura lupa, dan cara yang masih aku lakukan setiap hari ialah;terbiasa.
Kalau kamu sempat bertanya sekali lagi? Kalimat mana yang seharusnya aku perhatikan dan aku percayai bahwa kembali akan menepati? Sudah tahu dan ingat, bahwa kesalahan tidak pernah akan terus terulang bila seseorang akan terus memperbaiki yang kurang? Sudah sadar diri bahwa bentuk penyesalan ialah permohonan dan bukan sekedar pulang kemudian hilang?
Saturday, June 13, 2020
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...
No comments:
Post a Comment