Terimakasih untuk menjadi milikimu sendiri ketika dunia tahu bahwa hidupmu tidak lagi menarik seperti orang lain.
Terimakasih untuk menjadi seseorang yang membuatku tetap hidup disaat duniaku sedang runtuh menyeluruh.
Terimakasih untuk menjadi kita yang masing-masing dengan doa yang paling kita ingini.
Terimakasih untuk berjuang menjadi yang lebih baik, belajar untuk menjadi seseorang yang selalu membawa baik, berusaha untuk berada pada jalan yang baik.
Terimakasih untuk kuat yang selalu menjadi rekat ketika aku tidak pernah siap melakukan.
Terimakasih telah membawa damai yang selalu aku semai.
Ada banyak kalimat yang ingin aku sampaikan pada Tuhan,
pada segala baik yang selalu membaik,
pada segala khayalan yang selalu memberi semangat atas pencapaian,
pada segala alasan mengapa aku jatuh tanpa pernah rapuh,
Kamu jawaban dari kosa kata yang paling takut kuucap, paling tak berani kudengar, paling awam kusampaikan.
Kamu cerita yang selalu aku harap kapanpun, karena tidak lagi ada alasan mengapa aku melakukannya.
Tuesday, June 30, 2020
Monday, June 22, 2020
Kamu bukan,
Kamu bukan tuhan, bukan pencipta segala omong kosong yang paling aku ingini,
bukan tempat menyembah segala duka yang tidak pernah bisa berpaling dan lari.
Bukan penyejuk dan penghibur pilu, bukan rumpang yang sengaja hilang supaya aku mencarimu kemana saja--menyaksikan kau bercahaya dengan segala bohong yang kau mainkan hingga aku jatuh dan kesepian.
Kamu bukan harapan, bukan doa yang pantas aku sandingkan dengan keinginan yang menumpuk dalam kepala, bukan kabar bahagia dari sebuah pesan yang mampir untuk menyapa takdir, bukan ingin yang selalu aku paksa untuk sesuai dengan mimpi, bukan jawaban dari banyak ketidaktahuan yang serupa aku aminkan membawa kedamaian, bukan yang sebaiknya terjadi, bukan yang pada akhirnya usai karena segala pelabuhan tidak menemukan ruang singgahnya.
Kamu bukan keinginan yang paling tepat untuk aku ucapkan ribuan kali setiap kusapa semesta,
Aku mencarimu ditengah-tengah asa yang aku kuatkan,
menuai pada langit senja supaya kita adalah apa yang sebaiknya jadi,
Memohon pada jingga agar memihak pada jalan yang tidak pernah ada tujuan,
melirik desau angin yang semestinya mendengar--bahwa ribuan kali aku menyeka diri agar segala yang nyata adalah yang memang cocok dengan pinta.
Kamu bukan ruang yang harus kupenuhi dalam tiap pikiran, bukan pula hal yang menyuruhku untuk terkurung dalam jeratan yang berbahaya,
kamu bukan bersikeras yang jatuh pada segala hal, bukan pula yang perlu mencegah ketika lari adalah satu-satunya, ketika langkahku mengalah pada segala cerita, ketika segala semogaku meredam diam.
Kamu adalah rumah banyak orang, yang tidak akan pernah lagi; sekali lagi untuk aku kunjungi.
bukan tempat menyembah segala duka yang tidak pernah bisa berpaling dan lari.
Bukan penyejuk dan penghibur pilu, bukan rumpang yang sengaja hilang supaya aku mencarimu kemana saja--menyaksikan kau bercahaya dengan segala bohong yang kau mainkan hingga aku jatuh dan kesepian.
Kamu bukan harapan, bukan doa yang pantas aku sandingkan dengan keinginan yang menumpuk dalam kepala, bukan kabar bahagia dari sebuah pesan yang mampir untuk menyapa takdir, bukan ingin yang selalu aku paksa untuk sesuai dengan mimpi, bukan jawaban dari banyak ketidaktahuan yang serupa aku aminkan membawa kedamaian, bukan yang sebaiknya terjadi, bukan yang pada akhirnya usai karena segala pelabuhan tidak menemukan ruang singgahnya.
Kamu bukan keinginan yang paling tepat untuk aku ucapkan ribuan kali setiap kusapa semesta,
Aku mencarimu ditengah-tengah asa yang aku kuatkan,
menuai pada langit senja supaya kita adalah apa yang sebaiknya jadi,
Memohon pada jingga agar memihak pada jalan yang tidak pernah ada tujuan,
melirik desau angin yang semestinya mendengar--bahwa ribuan kali aku menyeka diri agar segala yang nyata adalah yang memang cocok dengan pinta.
Kamu bukan ruang yang harus kupenuhi dalam tiap pikiran, bukan pula hal yang menyuruhku untuk terkurung dalam jeratan yang berbahaya,
kamu bukan bersikeras yang jatuh pada segala hal, bukan pula yang perlu mencegah ketika lari adalah satu-satunya, ketika langkahku mengalah pada segala cerita, ketika segala semogaku meredam diam.
Kamu adalah rumah banyak orang, yang tidak akan pernah lagi; sekali lagi untuk aku kunjungi.
Friday, June 19, 2020
Sudah
Setiap manusia itu tumbuh--katamu, kalimat yang selalu aku abadikan dalam cerita kita, tentang langkah yang bukan sama dan tentang cerita yang lama mati namun terus dipaksa. Seberapa besar takdir yang mampu kita capai meski ada banyak yang harusnya kita abai?
Aku memihak pada tuan yang selalu mengaminkan semoga, pada ucapan yang selalu membawa kehangatan, tanpa celah, aku menemukan tempat tertenang dari segala gaduhnya alam, aku beritahu satu hal pada alam, bahwa aku sungguh-sungguh--dan akan tetap berlabuh. Tuan membuatku luruh, menyimpan harapan semu menyeluruh, tidak tentang aku yang tertinggal jatuh--kemudian tuan melangkahkan kaki lebih jauh.
Satu hal yang tetap menang ketika kita tidak bisa apa-apa, aku terpana--seketika, ada banyak hal yang tuan tidak pernah sadar bahwa segala bentuk yang nyata tidak pernah menjadi kisah yang serupa kita inginkan. Ada jeda, ada jarak, ada batasan yang harus kita menangkan untuk menjadi yang lebih baik dari segala harapan yang kita pikir baik.
Kita tidak pernah pantas menjadi apa-apa, kan? Setelah purnama kala semesta memberi waktu yang tepat untuk kita menikmati lingkar cahaya di lautan awan, bukankah memang lebih jauh dan tidak pula harus mengeluh bahwa hidup sedemikian sulitnya untuk kita yang tak pernah satu arah?
Aku kirim keinginanku berkali-kali, memohon semoga siapa kita akan bisa melangkah pada segala semoga, aku yang bukan siapa-siapa akan berada pada akhir dalam mimpi indah, yang tuan semai dalam-dalam akan menjadi jawaban terbaik yang tidak akan berakhir suram.
Beberapa kali aku melakukan, kita memang tidak bisa. Aku bukan yang ada pada jalanmu, tuan bukan yang harus aku tempuh. Ketika kita memang bukan satu, banyak keterpaksaan yang tidak bisa memberi tuntunan. Terpaksa membuatku sakit, bukannya tuan tahu bahwa hal terbaik ialah sama-sama berakhir bahagia?
Tuan, aku tidak pernah ingin sudah, tidak pernah pula ingin lepas. Satu tidak pernah berakhir selalu menyenangkan, dua menjadikan kita sebagai jalan yang seharusnya dan yang sebaiknya benar-benar terjadi. Sudah memang menyebalkan, selalu menyisakan kenangan yang tak kunjung hilang dalam ingatan.
Terimakasih, terimakasih membuatku masih tetap hidup dan sanggup. Tuan tahu, bahwa sebenarnya segala doa akan tetap baik meski keadaannya tidak pernah peduli?
Aku memihak pada tuan yang selalu mengaminkan semoga, pada ucapan yang selalu membawa kehangatan, tanpa celah, aku menemukan tempat tertenang dari segala gaduhnya alam, aku beritahu satu hal pada alam, bahwa aku sungguh-sungguh--dan akan tetap berlabuh. Tuan membuatku luruh, menyimpan harapan semu menyeluruh, tidak tentang aku yang tertinggal jatuh--kemudian tuan melangkahkan kaki lebih jauh.
Satu hal yang tetap menang ketika kita tidak bisa apa-apa, aku terpana--seketika, ada banyak hal yang tuan tidak pernah sadar bahwa segala bentuk yang nyata tidak pernah menjadi kisah yang serupa kita inginkan. Ada jeda, ada jarak, ada batasan yang harus kita menangkan untuk menjadi yang lebih baik dari segala harapan yang kita pikir baik.
Kita tidak pernah pantas menjadi apa-apa, kan? Setelah purnama kala semesta memberi waktu yang tepat untuk kita menikmati lingkar cahaya di lautan awan, bukankah memang lebih jauh dan tidak pula harus mengeluh bahwa hidup sedemikian sulitnya untuk kita yang tak pernah satu arah?
Aku kirim keinginanku berkali-kali, memohon semoga siapa kita akan bisa melangkah pada segala semoga, aku yang bukan siapa-siapa akan berada pada akhir dalam mimpi indah, yang tuan semai dalam-dalam akan menjadi jawaban terbaik yang tidak akan berakhir suram.
Beberapa kali aku melakukan, kita memang tidak bisa. Aku bukan yang ada pada jalanmu, tuan bukan yang harus aku tempuh. Ketika kita memang bukan satu, banyak keterpaksaan yang tidak bisa memberi tuntunan. Terpaksa membuatku sakit, bukannya tuan tahu bahwa hal terbaik ialah sama-sama berakhir bahagia?
Tuan, aku tidak pernah ingin sudah, tidak pernah pula ingin lepas. Satu tidak pernah berakhir selalu menyenangkan, dua menjadikan kita sebagai jalan yang seharusnya dan yang sebaiknya benar-benar terjadi. Sudah memang menyebalkan, selalu menyisakan kenangan yang tak kunjung hilang dalam ingatan.
Terimakasih, terimakasih membuatku masih tetap hidup dan sanggup. Tuan tahu, bahwa sebenarnya segala doa akan tetap baik meski keadaannya tidak pernah peduli?
Saturday, June 13, 2020
Terbiasa
Aku sudah terbiasa--setelah segara caramu memberi ruang kosong yang amat memberatiku. Sekali lagi, aku terbiasa dengan segala bentuk kalimat klise yang tidak ada artinya sama sekali lagi. Ucapan yang kamu adakan menjadi ruang tunggu paling menyesakkan yang akan segera selesai. Ternyata memang benar, segala yang kamu bawa sudah sebaiknya pulang pada tempat yang tidak ada perlu kepentingan, dan memang akan selamanya usai.
Aku keruh dengan suasana yang membebanku dari jauh-jauh hari. Sudah lama setelah aku menemukan titik baru atas segala pura-pura yang datang kembali. Berharap pun tak pernah sama--ada banyak hal yang bisa aku kejar dan belajar, bahwa yang datang bukan untuk menetap; namun berkunjung hanya untuk saling melempar tanya--dan sebatas bercakap.
Aku mengetahui namun tidak peduli; berusaha untuk tetap disini dan sekali lagi tidak peduli. Ada banyak hal yang tidak cukup kita abadikan bersama, karena setiap sama membawa dukanya, segala rasa yang kita pikir bahagia tetap menghadiahkan patah selanjutnya.
Sudah? Sudah cukup tahu bahwa setiap kali mengingat akan ada perasaan yang tidak ingin kita miliki dan yang tidak bisa aku jelaskan keadaannya?
Aku tidak lagi harus menampakkan dengan jelas tiap perasaan yang ada. Tidak perlu pula menceritakan kembali tentang kita yang bukan lagi sama. Memang tidak perlu menulis tentang ini. Kemudian aku ceritakan bahwa segala rasa sakit yang belum pernah ingin pergi tetap menjadi narasi dalam tulisan ini. Jadi, kuberitahu padamu sekali lagi, aku sudah terbiasa untuk menerima yang ingin aku benci, menerima yang paling membuatku tak peduli bahwa bahagia sedang ada di hari-hari panjang yang aku lalui.
Aku sudah tidak peduli. Aku mengerti bahwa kasih sayang yang paling adalah yang semestinya ada dalam diriku sendiri. Keyakinan bahwa hal yang paling menerima ialah yang selalu bersama dan tidak pula menyakiti dalam bentuk apapun maksud dan tujuannya.
Sampaikan pada dirimu sendiri bahwa aku sudah usai. Kita masih bisa tertawa dibalik luka-luka yang tercipta dari sebuah harapan yang tidak pernah memihak. Kita masih bisa senyum diantara cerita yang tidak lagi perlu terkenang. Kita masih bisa tumbuh tanpa mengingat rasa sakit masing-masing, dan tidak lagi aku perlu tahu bahwa tujuan yang pernah kamu inginkan bukan karena perasaan, dan kenyataan bahwa segala yang kita ingin bukan pilihan yang tepat.
Aku masih menjelma menjadi ruang kosong dalam ingatanmu, bukan? Semoga selebihnya segala yang tidak aku harapkan dapat berwujud kenyataan, segala gelisah menjadi jawaban yang dapat memberiku ketenangan.
Tenang. Ketenangan mengajariku untuk terbiasa melewatinya, pelan tapi pasti, aku tahu bahwa tidak pernah mudah untuk pura-pura lupa, dan cara yang masih aku lakukan setiap hari ialah;terbiasa.
Kalau kamu sempat bertanya sekali lagi? Kalimat mana yang seharusnya aku perhatikan dan aku percayai bahwa kembali akan menepati? Sudah tahu dan ingat, bahwa kesalahan tidak pernah akan terus terulang bila seseorang akan terus memperbaiki yang kurang? Sudah sadar diri bahwa bentuk penyesalan ialah permohonan dan bukan sekedar pulang kemudian hilang?
Aku keruh dengan suasana yang membebanku dari jauh-jauh hari. Sudah lama setelah aku menemukan titik baru atas segala pura-pura yang datang kembali. Berharap pun tak pernah sama--ada banyak hal yang bisa aku kejar dan belajar, bahwa yang datang bukan untuk menetap; namun berkunjung hanya untuk saling melempar tanya--dan sebatas bercakap.
Aku mengetahui namun tidak peduli; berusaha untuk tetap disini dan sekali lagi tidak peduli. Ada banyak hal yang tidak cukup kita abadikan bersama, karena setiap sama membawa dukanya, segala rasa yang kita pikir bahagia tetap menghadiahkan patah selanjutnya.
Sudah? Sudah cukup tahu bahwa setiap kali mengingat akan ada perasaan yang tidak ingin kita miliki dan yang tidak bisa aku jelaskan keadaannya?
Aku tidak lagi harus menampakkan dengan jelas tiap perasaan yang ada. Tidak perlu pula menceritakan kembali tentang kita yang bukan lagi sama. Memang tidak perlu menulis tentang ini. Kemudian aku ceritakan bahwa segala rasa sakit yang belum pernah ingin pergi tetap menjadi narasi dalam tulisan ini. Jadi, kuberitahu padamu sekali lagi, aku sudah terbiasa untuk menerima yang ingin aku benci, menerima yang paling membuatku tak peduli bahwa bahagia sedang ada di hari-hari panjang yang aku lalui.
Aku sudah tidak peduli. Aku mengerti bahwa kasih sayang yang paling adalah yang semestinya ada dalam diriku sendiri. Keyakinan bahwa hal yang paling menerima ialah yang selalu bersama dan tidak pula menyakiti dalam bentuk apapun maksud dan tujuannya.
Sampaikan pada dirimu sendiri bahwa aku sudah usai. Kita masih bisa tertawa dibalik luka-luka yang tercipta dari sebuah harapan yang tidak pernah memihak. Kita masih bisa senyum diantara cerita yang tidak lagi perlu terkenang. Kita masih bisa tumbuh tanpa mengingat rasa sakit masing-masing, dan tidak lagi aku perlu tahu bahwa tujuan yang pernah kamu inginkan bukan karena perasaan, dan kenyataan bahwa segala yang kita ingin bukan pilihan yang tepat.
Aku masih menjelma menjadi ruang kosong dalam ingatanmu, bukan? Semoga selebihnya segala yang tidak aku harapkan dapat berwujud kenyataan, segala gelisah menjadi jawaban yang dapat memberiku ketenangan.
Tenang. Ketenangan mengajariku untuk terbiasa melewatinya, pelan tapi pasti, aku tahu bahwa tidak pernah mudah untuk pura-pura lupa, dan cara yang masih aku lakukan setiap hari ialah;terbiasa.
Kalau kamu sempat bertanya sekali lagi? Kalimat mana yang seharusnya aku perhatikan dan aku percayai bahwa kembali akan menepati? Sudah tahu dan ingat, bahwa kesalahan tidak pernah akan terus terulang bila seseorang akan terus memperbaiki yang kurang? Sudah sadar diri bahwa bentuk penyesalan ialah permohonan dan bukan sekedar pulang kemudian hilang?
Wednesday, June 3, 2020
Kehilangan
Pernah tahu saat kehilangan adalah sebuah mimpi buruk bagi seorang perempuan remaja yang bahkan hidupya tidak pernah merangkul bahagia sekalipun? Atau disaat dunia benar-benar runtuh dalam memberi rasa aman dalam tiap gelisah yang hadir tanpa pernah mahir untuk membuatnya sembuh total?
Pernah paham rasanya menyembunyikan kesedihan yang tidak pernah ada ujungnya dalam tiap lembaran baru yang ia buka? Berusaha menjadi pribadi yang lebih baik supaya lega dan tidak lagi menahan kekesalan namun selalu gagal ia lakukan?
Pernah tahu saat kehilangan adalah hal yang selalu ia takutkan setiap harinya, hal yang membuatnya tidak lagi sama menjadi seseorang yang utuh tanpa tahu dia sudah kehilangan banyak hal termasuk dirinya?
Sudah? Bentuk tolong apa yang sebenarnya pernah ada untuk membuatnya berhenti menanggapi setiap rasa sakit yang ia simpan erat-erat?
Dia bukan lagi perempuan yang tumbuh karena bahagianya yang memang mau. Bertumbuh--katamu? Adalah sebuah kata yang tidak lagi menjadi alasan paling manis untuk tetap hidup. Menjadi sebuah kata yang menyuguhi persamaan hak orang lain untuk tetap kuat meski semua tidak.
Kamu manusia, kan? Pernah tahu saat seseorang tidak lagi bisa menyenangi kegemarannya karena dia sudah merasa berbeda dari sebelumnya? Pernah saat seseorang yang paling bahagia menjadi sebuah pecundang dalam dirinya? Yang tidak bisa mengontrol rasa sakit terdalam dan selalu membuat alibi yang dibumbui kalimat pemanis pada orang lain?
Kehilangan menjadi salah satu alasan bagaimana rasa sakit yang pernah ia rasakan tidak lagi memberi hak istimewa untuk hatinya yang pernah baik-baik sekali. Sesekali, resapi kalimat manis yang pernah kamu suguhi padanya, tentang persamaan hak dalam setiap rasa yang ada, tanpa saling benci dan memalsukan keadaan, tidak usah pura-pura; bahkan semesta saja tahu rasanya kehilangan menjadi jawaban yang paling buruk dalam tiap keadaan.
Sebelum kehilangan dia lebih jauh, bolehkah kamu sekedar datang untuk melegakan yang ada? Untuk merelai masalah yang tak pernah sudah? Untuk membentuk kalimat maaf yang pada akhirnya mampu membantunya untuk tetap kuat?
Kamu kehilangan ia semakin jauh. Kehilangan dirinya yang pernah sampai di taraf bahagianya, kehilangan dirinya yang selalu memaklumi kesedihan.
Semoga dia masih saja bisa bertanggung jawab untuk kebahagiaan dirinya, karena dunia tahu bahwa bentuk kehilangan yang paling akan bisa direlai dengan saling--meski pada akhirnya akan menjadi asing.
Pernah paham rasanya menyembunyikan kesedihan yang tidak pernah ada ujungnya dalam tiap lembaran baru yang ia buka? Berusaha menjadi pribadi yang lebih baik supaya lega dan tidak lagi menahan kekesalan namun selalu gagal ia lakukan?
Pernah tahu saat kehilangan adalah hal yang selalu ia takutkan setiap harinya, hal yang membuatnya tidak lagi sama menjadi seseorang yang utuh tanpa tahu dia sudah kehilangan banyak hal termasuk dirinya?
Sudah? Bentuk tolong apa yang sebenarnya pernah ada untuk membuatnya berhenti menanggapi setiap rasa sakit yang ia simpan erat-erat?
Dia bukan lagi perempuan yang tumbuh karena bahagianya yang memang mau. Bertumbuh--katamu? Adalah sebuah kata yang tidak lagi menjadi alasan paling manis untuk tetap hidup. Menjadi sebuah kata yang menyuguhi persamaan hak orang lain untuk tetap kuat meski semua tidak.
Kamu manusia, kan? Pernah tahu saat seseorang tidak lagi bisa menyenangi kegemarannya karena dia sudah merasa berbeda dari sebelumnya? Pernah saat seseorang yang paling bahagia menjadi sebuah pecundang dalam dirinya? Yang tidak bisa mengontrol rasa sakit terdalam dan selalu membuat alibi yang dibumbui kalimat pemanis pada orang lain?
Kehilangan menjadi salah satu alasan bagaimana rasa sakit yang pernah ia rasakan tidak lagi memberi hak istimewa untuk hatinya yang pernah baik-baik sekali. Sesekali, resapi kalimat manis yang pernah kamu suguhi padanya, tentang persamaan hak dalam setiap rasa yang ada, tanpa saling benci dan memalsukan keadaan, tidak usah pura-pura; bahkan semesta saja tahu rasanya kehilangan menjadi jawaban yang paling buruk dalam tiap keadaan.
Sebelum kehilangan dia lebih jauh, bolehkah kamu sekedar datang untuk melegakan yang ada? Untuk merelai masalah yang tak pernah sudah? Untuk membentuk kalimat maaf yang pada akhirnya mampu membantunya untuk tetap kuat?
Kamu kehilangan ia semakin jauh. Kehilangan dirinya yang pernah sampai di taraf bahagianya, kehilangan dirinya yang selalu memaklumi kesedihan.
Semoga dia masih saja bisa bertanggung jawab untuk kebahagiaan dirinya, karena dunia tahu bahwa bentuk kehilangan yang paling akan bisa direlai dengan saling--meski pada akhirnya akan menjadi asing.
Subscribe to:
Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...