Saturday, November 29, 2014

Pemilik segalanya.

Padamu,yang menjadi primadona segala pemilik perasaan.
Padamu,yang selalu memiliki kesempatan menggapai para pemilik rasa cinta.
Padamu, yang selalu bisa menyangkutpautkan perasaan dengan orang yang selalu kamu sebut disetiap hamparan rasa yang berderet kokoh.
Padamu, yang selalu memiliki pujangga terindah tanpa perlu mengelilingi dunia demi menemukannya.
Padamu, yang terlihat jelas mudah menggapai perasaan tanpa perlu sepengetahuannya.
Padamu, yang berada dihamparan luasnya semak-semak hijau nan bunga-bunga yang merekah.
Padamu, yang manakala hati terisak, sungguh manis, masih ada yang memahami tanpa harus berderai dengan deras.
Padamu, yang selalu menjadi pembicaraan setiap bibir dengan segala nuansa istimewa yang kamu miliki.
Padamu, yang tanpa berharap sang penyejuk gundah dihatimu, akan ber-elok dengan lancar didepan jembatan hatimu.
Padamu, yang diyakinkan setiap penggemar bahwa sosokmu jauh dari pemikiran yang sesat.

Andai kamu tau wahai pengelabuh hatiku..
Ada secuil titik didih membara. Ada secuil titik gelisah. Ada secuil rasa yang mengumbar-ngumbar bahwa ini takpantas. Ada sedikit gumpalan sayatan yang kurasa. Sudalah. Ini memang hanya sebuah rasa. Pada perasaan yang tak ditempatkan. Rasa yang hadir tak kala pengertian terkalahkan. Sepertinya aku kembali menyelam diantara rasa kagum namun menyakitkan. Tertipu. Alangkah sakit memendam rindu pun terbantahkan. Benar, ini lebih dari arum jeram yang menumpu untuk padam didalam aliran deras yang memang ingin mendamaikan. Tak akan pernah damai, wahai pengintai kasihku didalam Mimpiku.
Kamu tau satu hal? Puan, padamu kurangkai kata ini sedemikian rupa. Berharap ada celah kosong agar  sempat membaca ini. Berharap, andai saja jiwamu bergetar, mengerti tanpa perlu kode dan segera datang dengan takzim-mu padaku. Salam rinduku padamu, wahai penyemangat ku didalam Mimpiku. Salam jentikan jemari ku, yang mengaismu untuk menyaksikan semua ini.
Kamu tau? Bukan tentang aku yang ingin beribu hati datang kemari, tak kala mereka pergi dengan sisa kegundahan hati yang tak ku mengerti.. bukan karena aku yang ingin mencari.. tak kala sungguh kekecewaan yang kumilki.. bukan tentang aku, Puan. Bukan tentang aku yang menginginkan berkelana mengarungi dunia penuh kebohongan ini. Bukan tentang aku yang mengharap kelak kudapatkan seluruh harapan yang telah kujejer diatas tadi. Bukan tentang aku yang selalu mengais-mengais kenyataan ini. Padamu, yang terlalu tinggi untuk kumengerti. Padamu, yang terlalu rendah untuk mengertiku. Puan, aku berharap pulih diantara harapan dan imajinasi yang telah terjadi. Alangkah elok dunia, menyempatkanku mengurai jentikan isi hatiku padamu, disini.



No comments:

Post a Comment

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...