Ruang tunggu tak harus selalu bermukim manis dipelataran rumah seseorang, satu dari banyaknya pertemuan yang tak perlu kuusahakan berakhir berantakan hanya karena sedang tidak siap mengingat yang tak seharusnya--atau tak siap memulai tumbuh seperti sedia kala. Sudah terbiasa untuk mewajarkan; itulah salah satu pikiran yang selalu memenangi setiap langkah temu yang mengizinkanku untuk membiarkan ia masuk, mengizinkan langkah kaki menemui seseorang yang sudah mati-matian berusaha lupa, mencoba untuk tetap membiarkan redup dan meninggalkannya sendirian, kemudian lupa.
Ruang tunggu menjadi tidak peduli, perasaan yang selalu aman tanpa perlu waspada menangis sekali lagi; tidak perlu tahu kembali tentang merasa redup hanya karena tidak lagi sanggup, tak lagi menjadi peran paling manis dalam tiap kesedihan. Aku tidak perlu menemukan apapun, tidak pula perlu tahu kemana arah tuju yang ia susuri, tidak perlu menunggu rumah yang tak pernah menyadari seperti apa aku menggenggam erat, memeluk hebat; dan selalu lekat.
Aku menemukan arah yang pasti, waktu yang membawaku pada kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang kunikmati kini, tidak lagi peduli, tidak pula menolak garis takdir. Aku mulai mahir menyusun diri, menikmati pilihan yang memenangkan inginku tanpa perlu mengoles berbagai cara. Ditengah-tengahnya, tidak pula kugantungkan kekhawatiran paling mendalam untuk seseorang--siapa saja ia yang memberiku celah untuk mengingat, memusatkan perhatian yang tak seberapa; dan tega meracau garis bahagiaku.
Sejak menjalani pilihan yang kususuri, ada banyak langkah untuk tetap menjaga ruang tunggu paling rahasia. Aku tidak perlu menunggu. Tidak perlu akal-akalan hebat hanya karena bersaing, aku tidak perlu menuruti perasaan orang-orang yang memberi ego dan besar harapannya padaku. Kutemukan arti temu tanpa perlu berat hati terbeban, kubiarkan ia menunggu tanpa perlu pernah kasihan pada keadaan yang sedang bahagia. Kubiarkan berjalan pada satu jalan lurus yang tidak pernah saling menyapa.
Aku tetap, dan akan menikmati ruang tunggu berhargaku.
Biarkan aku berbicara didalam senyap, mengaminkan doa yang kupikir berharga, mengedepankan yang aku pinta. Membiarkan segalanya hinggap pada waktu yang tak pernah memberi batas, karena sampai pada alasan tidak lagi perlu menunggu.
Rumah kita bukan sebuah ilustrasi cerita yang tersusun rapi diantara imajinasi, setiap apa yang sudah kita ukir dengan ruang tunggu berharga sekalipun; tetap menjadi amin masing-masing.
Maka, kulepas ia tanpa pernah perlu aku rangkai.
No comments:
Post a Comment