Aku bersandar pada hangat yang selalu menyejukkan suasana. Menyapu beban yang mahir mencekramku kuat-kuat, penat menjadi kata biasa yang tak pula aku tahu mengapa betah tinggal. Kemudian aku menemukan rumah paling nyaman; yang mendekap kuat hingga tidak lagi kedinginan, yang menopang gelisah ketika perasaanku terasa sangat berantakan, yang membawa kelana dan menemukan hangatnya suasana.
Dia tahu caranya tetap tinggal. Dia tahu caranya bermukim dengan keadaan yang nyaman. Dia dan segenap rasa pedulinya memberiku suam yang begitu menyejukkan. Dia membawa perasaanku yang kosong menjadi tenang yang begitu senggang. Dia selalu bisa menjadi pelindung ketika perasaanku semakin dingin.
Kemudian dia berpindah cara untuk berhenti membuatku baik-baik saja. Dia tidak lagi membawa ketenangan--hangat yang kian menipis karena perasaan yang tidak lagi semekar biasanya. Tidak lagi ada yang merasa aman karena punya pundak paling kokoh ketika bersandar, atau tempat yang selalu damai membawa bahagia yang ramai.
Dia tidak menjadi spesial seperti biasanya.
Aku menemukan diriku.
Tidak ada kebahagiaan yang bisa aku titipkan pada siapa-siapa, bergantung tidak selalu menyeluruh, berharap tidak harus selamanya.
Aku bahagiaku. Pesan dari sisi kelam dan segala keluhku yang dia cakap untuk mengobati perasaan;
Dia bukan sumber kehangatan yang aku butuhkan, dan tidak akan pernah bisa mengobatinya.
Aku akan tetap menyayangiku, sampai lupa sudah sejauh mana aku titipkan perasaan yang tidak akan pernah bisa aku dapatkan.
No comments:
Post a Comment