Aku bercengkrama dengan riuhnya hening malam--yang menuntun untuk pulang pada arah yang tak pernah membawa kabar baik pada perasaan, menyuruh takdir bermain peran paling estetik tanpa pernah menjadi peduli pada perasaan yang sudah lama gagal. Mereka bilang; tidak apa-apa.
Satu kalimat yang membawaku jauh lebih buruk dari pada selepas aku menanggal yang aku usahakan.
Kepalaku masih saja berputar; redup dan setiap ingatan yang kabur menjadi tak kasat yang semakin gelap, keluh pada tuntunan waktu yang memanggilku hingga sekarang, membiarkan isi dari sepenggal kepala melalui pikirannya yang bermacam-macam.
Sudah terbiasa, pikirku.
Aku bilang pada diriku bahwa semuanya tidak lebih buruk dari mustahil yang aku rangkai. Membawaku menikmati malam dengan membawa nostalgia yang entah tentang apa saja. Semua bermukim pada satu cerita tentang cemas yang selalu menang. Mengkhawatirkan setiap bencana yang belum tentu melebihi rencana. Meragu hanya akan kehilangan akal yang tidak lagi membawa kesedihan tapi juga putus asa.
Kusampaikan pada perasaanku sekali lagi;
Perasaanku baik-baik saja--
Untuk kemudian menyenangi yang aku lintas sesekali, tidak perlu merakit emosi hanya karena pikiran sedang bersenang-senang, mengizinkan ia menyelami lebih dalam--kubiarkan masuk pada keheningan yang kemudiannya menyadariku bahwa;
Menjadi aku adalah hal paling luar biasa.
No comments:
Post a Comment