Wednesday, September 19, 2018

Aksara


Aku hanya memahami mengapa aksara jauh lebih menyenangkan, mampu membuat pribadiku lebih hidup, tak terasa terkurung dalam lingkup yang membosankan—atau mungkin, beberapa ceritaku lebih nyata pada tulisan, naluriku lebih mampu mengoptimal, dan aku jenuh pada nyata.

Aku memahami bahwa garis waktu adalah tentang sebuah tulisan, yang menjadi wujud sebuah kenangan. Bagaimana aku mampu meruntutkan hal-hal yang menyakitkan--padahal mampu aku lupakan. Entah, apa yang harus kusukai dari sebuah kenyataan pahit bahwa menulis adalah untuk mengingat? Sedangkan ingatan buruk tak selamanya harus terekam.

Aku memahami bahwa mencintai aksara adalah cara menyulap jenuh menjadi sebuah kesenangan—memahami kembali bahwa dunia ternyaman adalah kepribadian—seorang diri yang bukan siapa-siapa dan berusaha memahami keadaan.

Aku memahami bahwa dukacita lebih tentram dimelodikan dalam sebuah ketikan—kemudian dimemorikan—pada sebuah kenangan yang berbentuk tulisan. Rasanya lebih hidup, membuat keadaan lebih baik dan terjaga, mampu menghilangkan prasangka buruk yang dikemas dalam pikiran.

Aku memahami bahwa lelah dapat kuceritakan pada prosa-prosa yang tak melulu indah—sajak yang 
sekedar ditulis sebagai gundah—juga untuk menghibur hati yang tak baik-baik saja. Menenangkan, mengamankan, atau—memberi keajaiban.

Aku memahami bahwa duniaku tumbuh tentang kesenangan aksara—aksara itu bermajas—membuatku menikmati diksi-diksi yang dikeluarkan—membuatku lebih nyaman dan mampu melepas beban—membuatku hidup dalam dunia yang tak banyak orang tahu.

Aku memahami, bahwa aksaraku bernilai dan meraih pencapaian terbesar adalah mungkin; karenamu—ketika mata itu membaca tiap diksi, tiap rima, tiap kosa kata yang aku keluarkan dan kurangkai—ketika kau memuji segala apa yang menurut orang lain aneh—ketika hiruk pikuk penghinaan luntur karena ada semangat yang membius dan mendorongnya.

Maka, untukmu, semoga kita tetap (dan akan) sama-sama (dan selalu) mencintai aksara.

Ada satu waktu yang aku harap untuk kita sama-sama menikmatinya--ia aksara kita.

No comments:

Post a Comment

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...