Wednesday, August 22, 2018

Mencintai Introvert

     Ketika kau mencintai seorang introvert, akan ada sesuatu yang berbeda, kau harus siap-siap ia puisikan dalam hari-harinya, akan sering terasa hambar bersamanya, kebanyakan aksaranya menulis segala tentangmu, namun begitulah cara ia tetap mencintaimu, dengan kaku dan hati-hati tapi sungguh akan abadi.
     Ketika kau mencintai seorang introvert, mungkin ia bukan pemalu; dalam hubungan pun ia sulit percaya diri dan yakin bahwa kamu adalah orang yang benar-benar tulus padanya, ketika ia terdiam dan sedikit bicara, jangan anggap ia marah, ia hanya sedang mengontrol hatinya untuk percaya dan memberanikan diri bahwa kau kini ada disisinya, untuk sebuah tulus dan apa adanya.
     Ketika kau mencintai seorang introvert, ia akan lebih teliti dan berhati-hati dalam bercerita padamu. Lebih banyak memilih memendam, menceritakan yang menurutnya penting. Bukan tentang kau; atau siapapun, lebih dari itu karena hatinya terasa nyaman kala ia bersenda gurau dengan seseorang yang membuatnya nyaman, kau bukannya tidak nyaman, namun jauh dari itu ia ingin hubungan kalian baik-baik saja tanpa perlu mencari-cari hal bahasan yang berujung permasalahan.

Saturday, August 18, 2018

About a mind.

     Dulu, saya berpikir bahwa nilai adalah diatas semuanya, akademik adalah nomor satu. Namun sekarang saya sadar, bahwa sebuah "pengalaman lebih seru", sebuah "kesempatan" yang tidak akan terjadi dua kali lebih jauh bermakna, sebuah "pengendalian" atas mimpi dan "pencapaian" terbesar tidak harus selalu memenangkan akademis.
      Dulu, saya berpikir bahwa mendapatkan nilai bagus dan jauh lebih baik adalah hal yang seharusnya. Selepas itu, saya berusaha. Tidak dengan "Ambisi", melainkan kerjakeras dan kesungguhan yang dijalani. Saya bermimpi menjadi sukses dalam kriteria-kriteria orang pintar, selepas itu saya tekun dan jarang menikmati remaja pada masanya.
    (Maaf), saya sadar mengapa. Lingkungan yang ada sangat mempengaruhi, masuk kedalam lingkup orang-orang yang kurang menyorot dan memandang pun menghargai, mendekap saya untuk memacu akademisi. Orang-orang lain menikmatinya, dunianya, saya pun tidak sempat melakoninya, saya merasa berbeda.
     Kemudian selepas masa itu selesai, ada yang ternyata jauh lebih baik. Sebuah pengalaman mengubah hidup saya, takdir Tuhan yang sempat saya sesali mengubah jalan pikir saya, tidak selalu tentang akademisi, melainkan tentang kenyataaan dalam hidup yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
     Dan saya sadar, berterimakasih sekali pada orang-orang yang selalu ada disisi saya, mereka yang selalu mendorong dan memotivasi saya (seakan-akan saya mampu melakukan segalanya), mereka yang menerima saya, hingga saya merasa bahwa "dunia luar sungguh menyenangkan", "tampil di depan umum bukan masalah" yang seakan kata-kata seperti itu lama sekali hilang.
     Saya merasa beruntung pada mereka yang mengubah rasa malu dan pendiam saya, pada mereka yang selalu menuntut saya untuk berbicara, pada sifat keras yang menyuruh saya bangkit dan berusaha lebih giat; ah sudah lama sekali tidak mendapatkan ini.
     Tidak, saya tidak pernah mengatakan orang-orang yang menjunjung akademisi itu buruk. Saya sempat melakoninya, hingga sampai pada pencapian sekarang. Tidak, tidak akan ada yang salah dengan akademisi, nilai-nilai akademik tersebut juga dapat berguna dikemudian hari yang menjadikan kita orang-orang hebat.
    Lebih dari itu; pengalaman jauh lebih pantas, kesempatan tidak akan berulang. Maka jika disuruh memilih, saya akan memanfaatkannya dengan (sungguh-sungguh dan insyaallah) baik.

    Untuk teman-teman yang masih berambis atau berusaha menata karir dipendidikan saja, atau teman-teman yang selalu aktif dalam berbagai kegiatan yang luar biasa, terimakasih sudah menjadi dua pengalaman saya yang membuat saya banyak belajar.
    Kita diciptakan untuk menjadi sebaik-baiknya insan, jalani dan pilihlah takdirmu, Tuhan tentunya melihat hasil dari usaha dan kerja keras kita.

Selamat, untuk sudah banyak mengajari saya memandang dan berpikir.:)

Wednesday, August 8, 2018

Sendirian.

     9 Agustus 2018.
Waktu terasa cepat berlalu, pun cerita ini diketik ketika berada di kota Semarang, dikamar kostan, sendirian.
Hari-hari berlalu tanpa disadari, semua berubah, setiap detik berubah, hingga tak pernah sadar tentang apa dan kapan semua terlewat dan terjadi. Tak ada reka adegan, karena hidup akan selalu maju, tak pernah menuju kebelakang. Pun aku, ketika akhirnya yang terbaik adalah menjalani hari demi hari dengan sepi, atau menata hidup tanpa peduli dengan yang lain, semoga kuncinya adalah tetap berbesar hati juga menjadi diri sendiri.

Kau tahu apa yang buruk dari sendirian? Terlalu rumit dijelaskan. Bahwa semestinya kesendirian itu menyenangkan, bahwa pun semestinya sendiri tak menghasilkan sepi. Apakah sedih semestinya pun tak layak menghampiri? Entah, akupun tak banyak mengorek lebih dalam tentang hal ini; akan menyakitkan.

Jangan anggap sendiri itu buruk. Ada yang menyenangkan, ada yang bisa menemukan sisi dirinya, ada yang benar-benar ia hargai. Ada yang sedang diajarkannya tentang berkelana, tentang rindu yang hebat, tentang perjuangan panjang untuk melewati rintangan. Ada selalu banyak hal, jangan mengutuk dan mengolok. Sebagian kita tahu bahwa orang lain menikmati dunianya masing-masing; meski dengan kesendirian.

Thursday, August 2, 2018

Abadi dalam hati

Jangankan untuk mencintai orang lain, hatikupun sendiri terlalu sulit untuk mencintai diri sendiri.---

     Terlalu banyak belajar, darimana saja. Cinta tak selalu melulu dilingkup suka, kemudian bersama. Selalu yakin, cinta dapat tumbuh dengan bahagia, meski tak memiliki. Bahkan, cinta dapat tumbuh, ketika mempercayakan diri sendiri bahwa kita adalah sebenar-benarnya cintanya Tuhan, pun manusia sekitaran.
Aku yakin, menjadi diri sendiri bukan tentang siap dalam segala keadaan, atau juga tak punya sifat malu. Menjadi diri sendiri tumbuh ketika berani menunjukkan, pada dasarnya pribadi yang orang kenal adalah "kita." Aku juga percaya, bahwa sebuah rasa malu atau tak percaya tentang kelebihan kita bukanlah kelemahannya. Pun aku percaya, orang-orang yang beropini seperti itu sungguhnya sedang mencari-cari kelemahan, termasuk saya.

     Jangankan untuk memahami orang lain, bahkan terlanjur sulit untuk memahami diri sendiri. Kenapa? Karena pada dasarnya ada sikap yang terelakkan, menyulitkan perasaan, namun tak bisa disingkar dan dibiaskan dengan apapun. Sebagian orang membuat kalap, menilai pribadi kita semena-mena, entah dari bagian luar atau sisi dalam yang dipandang lemah. Pun, sepertinya, mendengar orang-orang bercakap buruk tentang kita membuat diri semakin tak nyaman. Akulah pribadi terburuk yang pernah Tuhan ciptakan, hingga akhirnya kita terlanjur mengutuk-ngutuk keadaan.

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...