Ia menatapku seperti kaku, membuat tanganku bergetar dan menjatuhkan segelas coklat panas yang aku pegang. Prangg! Suara itu amat nyaring hingga sederet pramusaji dan tamu lainnya terdiam.
Lelaki itu masih saja menatapku dalam. Aku menatap kembali matanya yang tengah memberikan segala amarahnya pada perempuan sepertiku. Tak terhitung waktu berdiaman itu, aku menatap matanya lebih dalam, lalu berjalan lurus meninggalkan retakan cangkir putih kaca yang berisi coklat panas.
Bruak! Aku menamparnya dengan keras ditengah keheningan. Seperti tontonan yang berkamuflase menjadi aksi seru, aku membiarkan orang lain yang menyaksikannya, ku pikir lelaki ini memang berhak mendapatkan malu.
"Bukan begitu caranya menghindar!" Aku menatapnya lebih dekat, tak peduli pipinya memerah, lelaki itu memang pantas mendapatkan rasa sakit.
"Bukan begitu caranya meninggalkan!" Aku menunduk, menahan sesak, menangis, dan itulah yang terjadi.
"Bukan begitu caranya.." Ia lekas menggenggam tanganku yang tengah menutupkan muka.
"Aku pergi hanya untuk kembali," Suara lelaki itu mengecil, ia tak peduli rasa sakit yang aku lakukan padanya.
"Aku pergi hanya untuk kembali." Ia mengulang kembali perkataannya.
Hati itu memekar kembali.
No comments:
Post a Comment