Pilihlah karena kau yakin, merasa bahagia, sungguh senang---
**
Tapi, jangan yakin bahwa hidup akan mengalir tenang.
Pada ruang dimana harusnya bermetamorfosis menjadi nyaman, kita merasa gelisah; entah karena memikirkan esok hari yang terjadi apa, atau angan-angan tertinggi yang singgah dipikiran. Tentang mimpi-mimpi besar, harapan luar biasa, dan juga setiap ingin yang menjelma menjadi hantu-hantu kehidupan.
Menjalani yang ada, masih terasa kelu akibat pancaran harap yang ternyata tak sebanding dengan perkiraan. Manusia ingin ambisi besar; ingin itu ingin ini, yang perlahan menggertak hati-hati kita, perasaan kita, melupakan satu hal penting yang harusnya lebih utama, padahal, berkat itulah doa-doa dari ambisi sampai.
Terlalu menikmati suram kehidupan, menjalani yang kenyataannya bahaya tapi dilahap jadi menyenangkan, karena ingin dan harap, karena cita-cita yang disanjung meski dimulai dari putus asa, lupa, menjadi lupa pada sesuatu karena terlalu sibuk menjalani, lupa bahwa ada yang utama agar menjadi tumpuan harap dari pengabul cita-cita sesungguhnya.
Tak memahami yang sudah-sudah, masih menerjang kisah-kisah baru. Boleh jadi karena kita khayal, dan khayal lebih besar dari badai dalam roda kehidupan. Bersemangat ditengah kesedihan, air mata mengalir dari ujung, tapi sebuah andai membuat bangkit dan kembali kuat. Lupakah? Bahwa ditengah sedih selalu ada jalan pintasnya, mengharap pada penyembuh luka, tapi kita terkadang lupa.
Masih suka bersenang-senang, ketika tabir mimpi perlahan dibuka, ditunjukkan pencapaian yang lebih dari harapan, membuat hati menggebu-gebu, menjadi orang paling bahagia sedunia, pencapaian itu tak dielakkannya karena sesuatu. Bahwa ada yang mengatur dalam usaha-usaha jerih payah kita.
Apa kita lupa? Disepanjang hari yang ingin lebih baik, tak luput dari usaha-usaha keras dalam setiap ambisi, terlaksana baik ditengah-tengah suram, akhirnya melihat wujud mimpi itu satu-satu. Siapa yang memang mengatur? Apa kita lupa? Terkadang bijak pada sebagian makhluk Tuhan, tapi oleng untuk membijakkan diri sendiri.
Ketika kita menyudahi rasa pahit, hidup bukan sebatas itu saja, masih banyak didepan yang berlanjut. Kita tak peka, pada sesuatu yang telah lama diatur, pada takdir, pada pencipta, pada Allah kita.
Akupun begitu; terlalu bersemangat dalam kesenangan, tangis ketika diberi kesedihan, lemah, harusnya bukan apa-apa. Hingga akhirnya lupa, pada siapalah aku mengadu.
Akupun begitu; kadang ambisi, dengan segala ingin untuk meraih, tapi terkadang lupa, ada yang mengatur untuk keberlangsungan, hingga rasa ambisi yang tinggi ini membuat malu; tak selalu baik ingin menonjol dan perlahan lupa pada siapa saja.
Kita kadang lupa, dan yang terbaik adalah menjalani dan memilih.
Tapi ingat, disetiap pilihan ada konsekuensi, disetiap perjalanan ada duka yang menyapa.
Satu-satunya jawaban menurut manusia kecil sepertiku yang masih memperbaiki diri dan belajar untuk kedepannya mungkin, adalah:
Lebih mencintai Tuhan daripada dunia-Nya.
:')
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...
No comments:
Post a Comment