Saya teringat tepat 9 bulan yang lalu, ada pengalaman menarik yang saya selami sebelum pernah mencobanya. Ada sebuah kenangan manis, yang menyadarkan saya bahwa dunia adalah tempat kita belajar menghargai hidup, memahami pentingnya segala keadaan, dan menyadarkan bahwa makhluk pribumi adalah sesuatu yang kecil yang memang bukan apa-apa. Justru banyak sekali pembelajaran yang dapat saya raih hanya dengan pengalaman "baru". Ketika saya mencoba memberanikan diri, untuk berada dititik tertinggi yang belum pernah dijangkau, ada sebuah kebahagiaan dan sekiranya ingin mengeluarkan buliran air mata, sebuah rasa senang dan kebahagiaan berpadu, menciptakan rasa syukur melebihi segala yang saya dapatkan.
Tepat dimalam 30 Desember 2016, saya menaiki sebuah mobil backpaker, mobil petualang yang menegangkan, Jeep namanya. Berada ditepi jurang terjal pukul 11 hingga pukul 2 malam hari, ditemani rasa kantuk yang mengganggu, serta udara dingin yang menghiasi keadaan hingga menembus angka 12 derajat, membuat segala jaket tebal serta sarung tangan yang tebal tak membuahkan hasil. Rasa pasrah berada dikeliling jurang untuk sampai disebuah gunung yang indah adalah penenang kegaduhan dalam dada. Segala rasa menyerah tetap kalah dengan rasa penasaran saya dan kecintaan saya terhadap alam Indonesia. Gunung adalah yang terindah dalam setiap kecintaan saya terhadap alam. Bagi saya, gunung adalah sebuah tempat baru, yang membuat saya semakin mencintai kehidupan tak kala saya menyerah dalam setiap urusan.
Dengan itu, saya bahagia sekali. Ketika matahari sunrise terlihat muncul tepat didepan kedua mata saya. Melihat kabut putih serta udara dingin yang membuat sulit bernafas. Menunggu mentari hinggap dipelupuk mata, serta melihat waktu berjalan perlahan, sambil ditemani rasa kantuk, semuanya terkalahkan setelah panorama itu muncul ditatapan saya. Rasa lelah dan takut adalah hal yang mendominasi, tapi bagi saya, sebuah pengalaman baru ini adalah sebuah pelajaran saya. Saya merasa bahwa cinta adalah sebuah rasa syukur, bahagia, dan keberanian. Saya yang berawal dari sekedar kagum terhadap alam, menjadi membuat saya sungguh-sungguh mencintai alam Indonesia, mencintai segala ciptaaannya, dan banyak belajar dari sebuah perjalanan panjang yang membuahkan suatu kebahagiaan besar setelahnya.
Setelah saya mencoba mendaki 2329 mdpl tersebut, rasa syukur saya tak henti-henti. Rasa gugup dan cemas tersisihkan setelah saya memberanikan diri. Ternyata benar, berani adalah sebuah jawaban yang tepat ketika memang kita memilih mundur.
Tepat hari itu, 31 Desember 2016, saya tepat berada dipuncak tertingginya. Tepat berada diatas gunung aktif tersebut. Tepat melihat bahwa manusia-manusia adalah makhluk kecil. Bahkan, alam adalah segala kebahagiaan tersendiri bagi saya. Bahkan, seujung dunia tak terlihat apa-apa, apalagi diri saya, ternyata saya makhluk kecil yang bukan ada apa-apanya. Kabut putih itu menerpa manusianya. Rasa deg-degan menjadi satu, ketakutan itu meluluh ketika saya akhirnya menemukan puncaknya. Kawah Gunung Bromo. Sebuah penampakan yang membuat dada saya bergetar.
Saya semakin dapat menghargai hidup, sebuah perjalanan, dan tentu saja segala ciptaannya. Sebelum saya dapat merasakan pendakian, ada hal yang memang saya rasa kurang terasa, kurang pandai bersyukur, juga keluh akan perjalanan hidup saya. Namun perlahan, setelah mata saya membidikkan fokus pada kawah putih yang juga tertutup kabut itu, saya merasa semakin lega. Lega karena dapat merasakan puncak tertinggi gunung tersebut, lega karena kesempatan mendapat pengalaman baru memberi saya kesempatan, lega karena sepulangnya; saya semakin dapat merasa syukur.
Kepulangan saya setelahnya, memahami keagungannya. Menjadikan saya belajar, bahwa rasa takut hanyalah ilusi yang sendirinya diciptakan, tak peduli seberapa takutnya saya, ketika saya "mencoba" saya menemukan sesuatu yang luar biasa. Rasa pensaran saya memupus sedemikiannya, saya semakin bisa memahami pembelajaran hidup, menghargai detiknya, serta semakin mencintai alam. Saya semakin rindu pada ciptaan-Nya yang luar biasa. Entah berapa kali ingin saya menjadi satu untuk menemukan perjalanan baru lainnya.
Takut adalah hal yang dapat saya kalahkan, dan rintangan adalah hal yang membawa kebaikan dan hikmah luar biasa. Saya semakin mencintai alam, itulah karena saya mengalahkan rasa takut, dan menemui keberanian atas halusinasi yang saya ciptakan sebelumnya.
Dan saya bersyukur, Allah yang Maha telah menciptakan alam yang luar biasa megah pada setiap sisi bumi yang telah diciptakan-Nya.
Saturday, September 30, 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...
No comments:
Post a Comment