Saturday, November 14, 2015

Karena ini.

Udara malam menelusuri setiap bagian darah dalam tubuh ini. Sejuk. sekitar sejam yang lalu baru saja turun hujan. aku tak berkoar-koar mengingat sebuah memori, lantas ia terlintas begitu saja. aku lelah, stranger. kusebut seperti itu, karena saat ini kita tak seperti orang yang sudah kenal lama, tak seperti orang yang sempat pernah merasa bersama. seakan pertemuan yang dulunya sempat kita bahagiakan bersama kini tandus menjadi gersang. kemarau.

aku mengingat satu waktu dimana udara hujan itu begitu sejuk saat kita saling menghirupnya bersama. bersama dengan arti "kita". saat "kita" tak hilang begitu saja seperti saat ini. saat kita menikmati hidup dengan tanpa terpikir untuk menyakiti. aku yang salah. aku yang mempertahankan semuanya. aku yang percaya dengan buaian konyol sang pemain rasa. begitulah. lagi-lagi, semuanya hancur melebur karena aku yang sempat menghadirkanmu.



Diam,menyepi,melihatmu berbahagia disana, entah dengan siapa, seakan menggerogoti setiap jantung yang berdetak. dug,dug, semakin kencang. lupa begitu saja dengan keadaan yang sedang kulakukan.  jantungku berdetak semakin ribut. aku nelangsa. hatiku padam begitu saja. saat semua kata-kata palsumu dulu itu terlontar pada perempuan yang kau kira lebih baik.

Sepertinya, aku memang terlewati olehmu sebagai pengagum. aku bukan orang yang layak dikagumi. bukan juga yang layak dibanggakan. kamu. kamu memandang aku seakan tempat berteduh, saat hujan turun dan menerjang tubuhmu, bukan saat hujan teduh kau bawa aku menelusuri jalanan, bukan, sama sekali bukan.

Aku terkapar melihatmu seperti itu. semakin hari, semakin ada yang kau sakiti. semakin hari, semakin bisa kau ciptakan buaian kotor tentang janji-janji palsu yang kau ciptakan. kau buat luluh hati ini, hingga beribu cekaman rasa sakit itu menghilang tanpa bekas sama sekali. ternyata, singgahmu lagi membawa malapetaka. aku; jatuh cinta dengan buaian palsumu. aku; jatuh cinta dengan ucapan munafik itu.

Aku memang tak berdaya. perempuan lemah yang mudah sekali diperdayakan. hingga ternyata aku sudah sering lupa. bahwa rasa sakit direlung hati ini sudah sangat membengkak. sudah bertumpuk menjadi satu dengan amarah dan tangisan yang terpendam. begitulah. begitu yang terasa sakitnya.

Ternyata berbeda, semuanya berbeda. sebab, inilah alasan aku tak ingin jatuh cinta. ini alasan aku berhenti mengenali perasaan. akankah ada lagi yang disakiti selain hati?

Kamu bukan seperti apa yang kukenal. perubahan itu drastis semenjak waktu tak mau menunjukkan keadilannya. aku tau, tak ada yang bisa disalahkan selain pertemuan kita yang tanpa henti menyakiti hati ini dengan perlahan.

Semuanya tersembunyikan? begitukah? memang iya. aku sering jatuh cinta pada ucapan-ucapan palsu itu. hanya karena satu orang yang berakibat fatal mengacaukan segalanya. hanya karena satu orang rasa sakit itu seperti dicabik beribu manusia. Hei. lantas, aku membiarkanmu begitu saja?

Sayangnya, perasaan ini sudah digerogoti oleh amarah dari semua sifat dua yang selalu kau ciptakan. maka menangislah. sesali semuanya. karena satu perempuan yang sudah kau sia-siakan ini tak bisa kembali ada lagi. bukannya memang kamu tak akan bisa menangis? hati itu baja, sebaja perbuatan itu.

Sudah. cerita ini berulang. seperti itu saja. aku seperti menyudutkan sisi gelapmu. tapi bagaimana lagi? apakah aku harus berpura-pura merasakan semuanya bahwa ini indah? seperti kamu yang berpura-pura hadir kembali lantas pergi dan jatuh cinta lagi?

Aku mengetahui satu sikap dimana kamu tak seperti dengan apa yang kupikirkan. aku mengetahui satu sikap dimana aku membayangkan apa yang tak pernah kubayangkan. begitu parah. beginikah orang yang selama ini kusebut namanya dalam doa pada-Mu, Tuhan?

Aku mengutarakan cerita dimana satu titik perlahan aku menyerah. aku tak berani kembali mengulang segalanya. sama saja. semua akan seperti sedia kala. Ini titik dimana aku menyerah. lebih menyibukkan masa depan tanpa perlu kekhawatiran hati yang patah.

Aku mundur. sejauh kamu yang kabur dengan perempuan lain. perempuan yang rela kau kejar mati-matian kembali seperti aku dulu.
Karena rasa sakit ini tak akan sembuh diobati. sekalinya kau kemari, mungkin sudah 5 atau bahkan 10 kali kehadiran itu kembali,kembali,kembali, dan lari.
Aku mundur. dan mungkin, saat kita berpapasan suatu saat, aku hanya bisa menunduk, tersenyum, aku bahagia dengan keputusan yang dulu. selamat tinggal:)

dariku, yang perlahan percaya; jatuh cinta itu tak seindah awalnya.

No comments:

Post a Comment

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...