Saturday, October 10, 2015

hati?

Bersenda gurau tanpa cakap memang cukup menyebalkan. memaksa berbicara diantara goresan keheningan memang sebagai tempat pelampiasan. bagiku, singgah yang telah terlalui itu bukan goresan yang gemulai. kehadiran tanpa persoalan adalah cerita yang ingin diperoleh oleh para penggapai. jejak-jejak mistis tentang persoalan hati adalah ruang yang tak dapat ditemukan endingnya. cerita tentang kelap-kelip perasaan justru adalah hal yang selalu terumbar. berbahagia tanpa suara, lalu lupa akan sebuah kebahagian yang sejatinya. selalu seperti itu. tak perlu mengorek sedalam apalagi, tersebab itulah yang selalu dinanti, akhir bahagia yang bukan memenangkan pemiliknya. akhir bahagia duka, yang tanpa perlu banyak bicara akan mampir dengan sendirinya. iya, selalu dinanti. mengapa? karena inti segalanya adalah ending yang usai. tak perlu mencemaskan atau membuat teka-teki tentang itu. suatu saat, semua akan terjadi tanpa keinginan sang hati.

Jika memang berbaik hati dan tak akan mengakhiri, sampai kapan kah semua akan berjalan seindah imajinasi? seperti dongeng atau cerita anak-anak yang membahagiakan, atau cerita mimpi yang selalu diciptakan. bagiku, naluri hati mengikut sertakan sebuah harapan. tapi salah, terlepas dari kenyataan justru semakin mengagetkan. hal-hal yang belum usai sudah harus dilepaskan. keinginan tentang genggaman yang terus erat akan terlepaskan begitu saja.



menggenggam erat tanpa memikirkan perhentiannya adalah hal yang tak harusnya dilakukan. menerima janji-janji yang terucap justru semakin mengarah ke kebisuan. terdiam, termakan oleh omong kosong tentang cinta. sebait cerita yang sempat menggunakan kosakata "indah" akan terbuang sia-sia. kita mengelak, bahwa tak kan ada kata yang mengarah ke kedamaian. kita mengelak, bahwa semua sebenarnya lumpuh tanpa ada alasan. tercipta kekacauan yang tidak terlalu mengagetkan. tak perlu terkejut, semua akan berjalan sendirinya. lumrah sekali dalam nyata. begitulah, itu yang disebut perasaan.

mengakhiri tanpa jeda adalah hal yang selalu diinginkan. berhenti untuk saling membisu masing-masing adalah akhir yang harus dilakukan. tak bercakap tentang hati adalah bukti untuk melupakan. untuk apa kita mengenal dasar sebuah pencarian? bukankah akhir bahagia yang diharap tak akan datang sendirian?

tak melibatkan emosi adalah hal yang susah diperoleh. menghapus hiruk pikuk ucapan dan memori adalah hal yang tak kusukai. justru semakin menarik kedalam, membawa ke masa silam. lagi-lagi ragu. siasat melupakan semakin berguncang. rasa bimbang dan benci tercipta bercampur padu. tapi sebenarnya tidak. kita butuh waktu yang entah kapan berhenti untuk berkata selesai. butuh kehidupan baru agar melupakan janji-jaji hati yang mati. entah kapan benar-benar usai.

memaki bukan caraku untuk bersandar. amarah bukan sebait tindakan yang dapat mengilhami segala perbuatan. titik runtuh adalah kilatan yang tersambar di dinding-dinding kisahku. sepertinya, berlalu pun tak akan bisa melupakan pahitnya. mengikhlaskan adalah pilihan yang menyakitkan. tersebab, apalagi cara untuk membahagiakan diri sendiri? guncangan semakin menjadi. memanas-manaskan adalah hal yang selalu ditunjukkan tanpa henti. berfikir untuk semakin benci justru adalah hal yang berujung membekap diri. cukup tak mempercayai lagi, segala tentang halusinasi akan perasaan yang tak abadi.

reputasiku untuk pergi semakin tercipta. anggapan-anggapan seseorang bahwa aku pergi adalah hal yang harusnya dilakukan. begitulah, selalu kuciptakan sendiri tentang keutuhan. aku utuh, seperti semula. aku utuh, meski jiwa menggerutu. jangan tanya kenapa.

Bersandar dihati sendiri adalah cabikan yang selalu kuhadiri. mengingat-ingat segala yang terjadi seperti akan mengarungi memori waktu yang tak indah sama sekali. kita tau. tapi tetap saja anggun terlintas. tetap saja, ia berjalan-jalan tanpa puas untuk memutari segala perjanjian yang diutarakan.
menghargai seseorang adalah kebaikan kecil yang tak kan mendapat persoalan. tapi hati, siapa yang bisa menghargai tanpa pergi? hm

No comments:

Post a Comment

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...