Ada banyak cara untuk menemukan rumah yang sudah tidak lagi mampu menjadi peneduh beban gelisah. Bukan lagi caraku memaksamu menampung yang berakhir rampung, bukan peranku menyusuri masalah dengan berat hati memintamu mengerti. Meraup ambisi dari rumah yang sempurna membunuhku mati-matian untuk tetap bertahan.
Ternyata kita hanya beban yang tidak bisa saling menimpal pelarian.
Kamu bilang pada semestaku bahwa ada banyak janji yang masih mengintai jauh-jauh hari. Janji ingin menyimpan kalimat tentang bagaimana caramu mengatakan untuk bercerita tentang hari lalu, hari ini, dan hari esok yang kita inginkan. Janji tentang bagaimana cerita yang kamu ingin berakhir tanpa perlu mengusik kata akhir. Akhir berarti menutup erat-erat, dan kamu bilang bahwa tidak akan pernah pada kita, bahkan sekalipun itu sekat.
Tentang ekspektasi yang pernah kususuri padamu, cerita tentang bagaimana aku melahap setiap keadaan yang membuatku jengah, kamu selalu memintaku untuk bersandar pada menerima yang sebenarnya, beberapa bagian terpaksa pada akhirnya membuatku semakin lelah, tanpa pernah mengartikan kata salah dalam tiap masalah, aku menang dalam perasaan pahit yang berusaha murah.
Cerita yang pernah kita habiskan tidak lagi menjadi monolog dalam prosa. Kebahagiaan di awal tidak mengurung duka, ingatan bahagia tidak mengungkit perbedaan, kita bertemu pada ruang yang salah.
Dan selamanya, kita bukan rumah yang menyusuri setiap langkah tanpa pernah menyerah.
Tinggalmu lebih jauh, akan kususuri bagaimana aku menemukan kebahagiaan yang terlahir untuk lebih banyak tidak mengecewakan. Tetaplah lebih lama, ada rumah yang harus aku benahi untuk menyusun yang tak pernah sama lagi.
No comments:
Post a Comment