Tuesday, July 28, 2020

Tidak perlu tahu

     Kita bergerak pada cerita yang sama, pada arah yang satu, pada mimpi yang tanpa batas kita selesaikan dengan cerita masing-masing--sambil tertawa; bersukacita memeluk harapan yang berbeda dengan keinginan yang selalu kita genggam erat-erat. Kataku, manalagi yang seharusnya aku salahkan ketika pada akhirnya harapanku ternyata benar-benar menenangkan?

Kita menyukai mimpi pribadi yang selalu kita aminkan bersama. 

    Katamu, yang selalu aku ingat tentang sepatah kalimat tentang bagaimana menyukai segala keinginan yang aku sampaikan, cerita paling sulit yang rumit untuk kukatakan pada siapapun; memberimu masuk dan menjatahkan untuk mendengar pada akhirnya tetap membawa hangat. Siapapun nanti, apapun nanti, pilihan yang kita sendiri-sendiri ingini tidak akan pernah merumitkan yang berjalan, menyalahkan waktu yang menjeda, meluapkan amarah pada masalah yang tak kunjung memaknai pisah.

     Tidak pula perlu lagi kutemui ketakutan terbesar ketika akhirnya mimpi harus kutampung sendirian. Kata orang-orang tentang kekonyolan--kamu menemukanku pada yang bukan kata orang, setiap orang bilang bahwa terlalu berharap banyak akan lebih dalam kekecewaannya, meninggikan ekspektasi tidak selalu berhasil; terakhir, akan lebih banyak menangisi daripada berkata tentang kebenaran bahwa segala yang sempat aku singgung memang benar-benar nyata.

      Kamu memberiku banyak celah untuk tidak menua pada kesedihan. Tidak pula memaki atas kesempatan yang kuberi untuk menyimak cerita yang orang sebut berlebihan. Tentang mimpi dan cita-cita, semoga akan tetap hidup pada kebahagiaan kita. Terimakasih, karena sejak ruang kosong yang selalu ingin merapat dan tidak ingin terlalu melebih-lebihkan seseorang, pada akhirnya aku bersyukur, duniaku tidak lagi tentang sesak sendirian.

      Tentang bagaimana caraku berharap, bukan kamu yang tidak perlu tahu; tapi ini tetap rahasiaku yang terlampir pada semesta, selalu dan akan tetap mengadu.

Saturday, July 11, 2020

Bila

Kemarin, dia mengikutsertakan aku dalam harap selepas mengadu pada langit-langit semesta, memohon untuk tidak menjadi pecundang seseorang, menguntai doa yang paling membuatnya senang, berbahagia dengan apa yang sudah dia miliki sampai sekarang.

Kemarin, dia bersuka cita. Merayakan satu tahun bentuk kesedihan yang mampu ia tampung setelah dipaksanya menggantung. Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk mencoba lupa dan terbiasa pada sendu yang tak pernah berhenti berkhayal, menyikut ruang kosong setiap ia memendam, akhirnya tumpah; sekali lagi selalu muncul tiba-tiba tanpa pernah tahu rasa bersalah.

Kemarin ia menjadi sempurna, ia melupakan yang sudah, mengobati luka dengan mudah. Menuai aku sebagai obatnya selepas masalah. Bahagianya datang padaku, pada ribuan cerita yang pada akhirnya sampai padaku. Lukanya sembuh olehku, dia bilang, cukup sulit untuk menyudahi perasaan dulunya, tapi bersamaku; ada banyak hal ringan yang bisa membuatnya tertawa dengan lepas dan tidak mengundang ingatan saat kali kita bercengkrama.

Dia bilang padaku bahwa ceritanya tidak akan ia ingat lagi saat hujan, tidak ia pikirkan saat diam menatap rona jingga, tidak ia ingat saat tertawa dengan teman, tidak ia beri hembusan nafas lega saat ia sedang melamun menatap langit-langit kamar, tidak pula ia samakan aku dengan kisahnya yang sudah.

Dia bilang aku menjadi peluluh, meluluhkan perasaan ketika dia tidak bisa menghadapinya, menyudahi setiap kali dia ingin marah, menenangkan saat dia kecewa, menyadarkan bahwa hidup bukan cuman tentang yang ia inginkan dan orang lain mengalah. Dia selalu; tanpa tahu aku lelah.

Dia, sampai aku tidak pernah lagi paham tentang menyerah. Terlihat giat supaya menjaga perasaannya, terlihat senyum tanpa pernah tahu isinya, terlihat baik tapi tidak mengerti dalamnya, sampai dia tak pernah tahu bahwa aku bukan harus seperti yang seharusnya ia pikirkan.

Bila bahagia yang dia butuhkan adalah sederhana, maka aku bukan pemenang.
Aku tumbuh dengan harapan yang tak pernah akan aku sia-siakan, dan pada akhirnya aku ingin memanja rasa yang selalu aku semoga.

Bila bahagia yang dia cari adalah seorang pengganti, maka aku bukan jawabannya.
Aku ingin hidup karena diinginkan, bukan karena penyembuh yang selalu dianggap mampu ketika ia sedang tidak pernah baik-baik saja.

Thursday, July 9, 2020

Kita manusia sama

Manusia biasa yang lagi-lagi gagal menang dari sorakan masalah yang terus saja menganggu.
Tidak berhenti, tidak mahir untuk sudah, tidak bisa dan tak pernah pandai memeluk tiap keping yang selalu diburu waktu.
Berlomba, bermain peran, bermetamorfosis hebat dalam bayangan rumpang,
berkutik dengan rambu-rambu remang yang diusut habis dengan cerita perasaan.

Mereka bilang kita mustahil kuat,
mustahil menang dalam cerita yang sudah kita rancang rapi-rapi
hanya agar mulut tidak memberi luka diri 
hanya agar tidak menjadi tuli mendengar desus tak berarti

Kita manusia sama,
Meluap luka menjadi sendu yang tak habis lelah
Menangis, menggerutu, meminta adu yang tak kunjung sudah
Memanja cerita sembuh yang melebar masalah
 
Kita manusia sama yang dikejar hari esok,
supaya yang lalu segera pergi.
Lari.

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...