Dia--satu dari sekian banyak orang yang kau temui dalam sisi gelapmu, namun ternyata lebih dari pengisi rumpang yang kosong dari rasa kebahagiaan. Kamu sebut dia sebagai cerita pengubur saat duka, penyembuh rasa hilang, pengisi kebahagiaan yang berlabuh pada rumah paling nyaman, membawa cerita terik penuh tawa tanpa takut rasa hilang.
Kamu bilang, dia malaikat pengubur sendu, tempat orang-orang peluh mengadu pilu, menceritakan aib hari ini dan kesedihan yang tak terbendung lagi sebagaimana harusnya, kamu bilang, dia pandai bermain kata untuk menyembuhkan duka orang-orang, penggiat motivasi dan pengirim doa paling tenang, tempat yang teraman atas segala rasa hilang.
Kamu menceritakan bahwa ia tidak berencana pergi--bahkan tidak akan pernah pada satu hari menjadi mati dan meninggalkan, senyap pada diri yang mulai mencari, bahwa sebenarnya kamu memang tidak akan pernah perlu mencari.
Kamu bilang--dia selalu ada.
Dia yang selalu kamu ceritakan namanya, kegiatannya, seakan jadi peretas segala hidupmu yang tidak baik-baik saja, terimakasih untuk menjadi berharga, untuk merasa dicintai seseorang dan tetap hidup; bahkan hiduplah sehidup-hidupnya.
Kamu sebut kalau dia adalah sosok yang paling berkesan, memberi sebuah pesan sederhana yang mampu membuatmu terkesima amat terang, tentu saja hatimu akan tenang, tak perlu lari dan berhati-hati, dia bilang; dia tahu cara memperlakukanmu sebaik mungkin, tak perlu pula takut kepergian.
Kamu tidak mengenal satu katapun selain kebahagiaan, kamu sebut dia sebagai tempat pulang yang paling, orang-orang bahkan menjadikannya sebagai tempat pelarian untuk kabur.
Kali ketika pada akhirnya kamu goyah dengan segala ucapan yang sudah terakit begitu dalam, cerita yang selama ini meniadakan kecemasan, segala hal menjadi penting--ketika kamu pada akhirnya terlalu berharap pada seseorang yang lupa bahwa batas diperlukan agar seseorang tidak terlalu jatuh pada lubang terdalam.
"Jatuh," Sebuah pesan yang memberimu beban atas segala yang kamu ingin, untuk orang lain, dimatanya, kamu bukan seperti harapannya, dia bukan segala ingin yang kamu ciptakan, dia tetap orang lain yang sesekali bisa tidak sadar bahwa kesalahan yang fatal telah ia lakukan, kesalahan atas harapanmu yang menjunjung kebaikannya paling erat berakhir bualan yang kamu inginkan, bahkan tiap detiknya.
Dia ada untuk tumbuh sebagai dirinya, dia bukan serpihan imajinasi yang tumbuh bermekar seperti inginmu, dia ada untuk dirinya yang sesekali bisa saja berbuat, atau pada kenyataan kalau segala harapanmu bukan kenyataan yang dia inginkan.
Lepaskan, jangan beri beban di hatimu.
Berbesar hatilah, pada akhirnya kamu harus mengubur dalam-dalam, lepaskan segala harapan yang tidak pernah bisa sampai,
Dia ada hanya untuk meninggalkanmu.
Monday, May 25, 2020
Saturday, May 9, 2020
Kemarin
Kemarin, aku menemukan patah yang paling, menjadi penggiat sandiwara dalam peran yang sesungguhnya rapuh, berusaha memainkan pencitraan yang memenuhi ruang tawa--yang tak kunjung menemukan titik tengah dalam kebahagiaan, bahkan satu dari banyaknya orang asing yang datang selalu jadi hal yang tak mengubah apa-apa karena segala yang memang sudah.
Kemarin, aku mengaduh pada diri sendiri. Aku menyatakan teori tentang segala rasa sakit, menjadi yang paling terlihat berbeban di mata orang-orang. Beberapa mulut datang mengobral kata-kata dukanya. Pelukan hangat menjadi pereda luka yang tak kasat mata. Ruang mereka menjadi penenang, dan bahkan pemenang keadaan.
Kemarin, aku tidak pernah bisa berlari kencang, tidak lagi dapat tersenyum hebat dengan hati yang tenang. Menutup segala katup supaya tidak ada yang dapat menembus rasa sedih terdalam. Beban yang aku simpan erat-erat memperlambat mimpi yang selalu aku ekspektasikan, pelan berjalan, ternyata semakin lemah, aku jatuh dalam bayangan mimpi buruk yang bahkan selalu mengganggu kebahagiaan.
Kemarin, aku jadi terburuk dari segala yang paling. Hingga mampu meneguk, dan akhirnya aku sampai pada titik melupakan.
Kebahagiaan itu bukan tentang mengingat yang lama--terlambat sadar, bahwa kesedihan itu bukan rencana yang Tuhan adakan untuk memperburuk perjalanan.
Kemarin bukan yang terakhir, kan?
Kemarin, aku mengaduh pada diri sendiri. Aku menyatakan teori tentang segala rasa sakit, menjadi yang paling terlihat berbeban di mata orang-orang. Beberapa mulut datang mengobral kata-kata dukanya. Pelukan hangat menjadi pereda luka yang tak kasat mata. Ruang mereka menjadi penenang, dan bahkan pemenang keadaan.
Kemarin, aku tidak pernah bisa berlari kencang, tidak lagi dapat tersenyum hebat dengan hati yang tenang. Menutup segala katup supaya tidak ada yang dapat menembus rasa sedih terdalam. Beban yang aku simpan erat-erat memperlambat mimpi yang selalu aku ekspektasikan, pelan berjalan, ternyata semakin lemah, aku jatuh dalam bayangan mimpi buruk yang bahkan selalu mengganggu kebahagiaan.
Kemarin, aku jadi terburuk dari segala yang paling. Hingga mampu meneguk, dan akhirnya aku sampai pada titik melupakan.
Kebahagiaan itu bukan tentang mengingat yang lama--terlambat sadar, bahwa kesedihan itu bukan rencana yang Tuhan adakan untuk memperburuk perjalanan.
Kemarin bukan yang terakhir, kan?
Subscribe to:
Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...