Memang saya baru berpikir tentang ini, semua akhir-akhir ini. Kenyataan bahwa dunia nyata harus lebih diutamakan dan dijalani dengan baik daripada sekedar yang tak nyata, yang condong ke arah menunjukkan; entah maksudnya benar-benar baik atau sekedar pamer.
Saya memang sangat terlambat untuk sadar, bahwa kehadiran dunia nyata lebih berarti daripada segala yang maya.
Pernah suatu ketika, saat saya berlibur, saat dimana moment itu sangat tepat untuk saya abadikan dalam media sosial. Entah perasaan saya ingin sombong, bercerita---atau sekedar berbagi. Entah apa yang saya rasakan.
Saya pikir ini moment langka, berkumpul bersama keluarga, makan makanan yang mahal, pergi ke tempat wisata yang jauh dan jarang dijangkau orang lain; atau mungkin orang yang hanya berkehidupan menengah ke atas yang bisa menikmatinya.
Kemudian niat itu tumbuh dengan besar, memposting, memberi domain lokasi, menebar kebahagiaan seorang diri, sampai lupa---tentang apa yang sudah saya perbuat.
Saturday, February 16, 2019
Tuesday, February 5, 2019
Sudah kubilang, aku biasa saja.
Sudah kuberitahu bukan? Perempuan manapun juga sepertiku, mereka teroambing-ambing oleh banyak ucapan, yang pada akhirnya membuat hatinya lebam sedemikian.
Sendirian, tidak berteman keramaian.
Aku pernah bercerita padamu, bahwa akan ada banyak perempuan yang melebihi intensitasku. Tidak perlu ragu, pergilah menjauh. Aku ini juga punya kehidupan, sebuah perjalanan yang menuntunku untuk dewasa sendirian, tidak dengan; atau tanpa kamu didalamnya, yang berasumsi mendewakan diri sendiri dan merasa paling terlihat baik dalam hidupku. Tidak, tidak akan ada getir seperti itu dalam akalku. Aku tidak butuh kau kejar, aku percaya; nalar akan melebar dengan benar.
"Aku ini biasa saja," berkali-kali ucapan itu menyentuh hangat dirimu.
Sendirian, tidak berteman keramaian.
Aku pernah bercerita padamu, bahwa akan ada banyak perempuan yang melebihi intensitasku. Tidak perlu ragu, pergilah menjauh. Aku ini juga punya kehidupan, sebuah perjalanan yang menuntunku untuk dewasa sendirian, tidak dengan; atau tanpa kamu didalamnya, yang berasumsi mendewakan diri sendiri dan merasa paling terlihat baik dalam hidupku. Tidak, tidak akan ada getir seperti itu dalam akalku. Aku tidak butuh kau kejar, aku percaya; nalar akan melebar dengan benar.
"Aku ini biasa saja," berkali-kali ucapan itu menyentuh hangat dirimu.
Subscribe to:
Comments (Atom)
Terlalu lama
Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...
-
Hai, kali ini berhenti buat prosa-prosa dulu ya. Aku mau berbagi ke kalian kalau sekarang aku juga nulis diwattpad:) Emang baru sih, aku la...
-
Halo teman-teman! Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya tentang jurusan dari universitas ini nih. Berhubung aku mahasiswa angk...
-
Kali ini emang out of topic banget sama yang biasanya aku bikin. Bukan tentang rangkaian kata, kali ini rangkaian cerita perjalanan ya...