Thursday, June 28, 2018

Keluarga Mentari Temaram


Temaram memiliki arti remang-remang. Tahukah kalian apa itu? Dalam wiktionary.org yaitu cahaya suram atau agak redup. Begitupun dalam dunia pendidikan di era kini yang selalu mengandalkan teknologi canggih dan pendidikan yang mudah dijangkau dalam sekali pencarian, tak masalah memang, namun alangkah lebih berhati-hati lagi karena dibalik kemajuan penciptaan, selalu ada dampak negatif untuk pribadi penggunanya, Guys! Termasuk kepada anak-anak yang hidup pada zaman millenium dan mengandalkan kemudahan dalam menuntut ilmu dibandingkan zaman dahulu sebelum berkembang pesatnya kecanggihan.

            Era kekinian kini pun lebih pantas selalu dikaitkan dengan teknologi canggih. Pada kemajuan zaman yang mengarah kepada kemudahan-kemudahan, memang tak bisa dihindarkan, akan selalu ada hal-hal baru yang menyenggol kehidupan. Kita pun terperosok pada teknologi yang kini menjadi salah satu kepentingan yang tak bisa dijauhkan. Anak-anak kita, semua para pengenyam pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas pun mungkin akan menggunakan dan menikmati kemudahan internet yang dahulu sulit dijangkau; salah satu dari kemajuan pemikiran-pemikiran manusia hebat.  Pekerjaan rumah diselesaikan dengan sigap, proses yang dilakukan untuk mengerjakan tugas lebih efektif dan tidak banyak membutuhkan waktu yang lama. Menimba ilmu pun dilakukan tanpa perlu pemborosan juga membuang waktu untuk mencari ilmu lebih dalam sebagai tambahan dari ajaran guru di sekolah. Namun tak disangka dampaknya. Waktu yang dipakai anak-anak cenderung habis untuk menatap layar ponsel, tablet, laptop, atau hal yang semacamnya. Anak-anak yang berada di bangku sekolah menengah pertama kebawah terutama, mereka belum seharusnya layak menggunakan berbagai kemajuan teknologi secara maksimal. Terkait itu juga, bagaimana jadinya bila ditemukan hal-hal negatif yang merusak pikiran dan mata mereka? Sehingga, dapat disimpulkan pun; kemajuan teknologi cenderung berbahaya bagi pendidikan anak-anak lokal.

            Keluarga adalah tempat melepas kicauan-kicauan perasaan, menampung aspirasi, segala panutan yang menjadi tempat contoh, juga segala keyakinan yang selalu terasa aman berada di dalamnya. Peran keluarga terhadap pendidikan pun harus menjadi nomor satu dan membuat anak-anak yang mengeyam sekolah lebih berprestasi dan tidak mengikuti keadaan zaman yang seperti ini. Pada era globalisasi yang disebut-sebut memiliki banyak istilah yang menyudutkan anak-anak layaknya “Kids Zaman Now” atau bermunculan segala media sosial yang tidak mendukung pola pikir baik terhadap anak-anak, ini berbahaya dan sangat jauh dari pendidikan yang seharusnya dijunjung anak-anak. Mereka dibiarkan terbawa oleh aplikasi-aplikasi yang mengubah pemikiran mereka dan mengakibatkan banyak dampak negatif terhadap pendidikan. Pendidikan terlupa, prestasi yang seharusnya diraih malah dibiarkan terlena, mengakibatkan tak ada apa-apa yang didapatkan oleh mereka. Padahal, disini status keluarga bagi anak-anak sangat dekat, pemahaman mereka lebih dapat disanggah apabila peran keluarga lebih dapat mensupport dan beretika pada pengajaran anak-anak melalui pendidikan yang dapat diajarkan dalam kesehariaan sehingga anak-anak tersebut tidak lantas menatap era globalisasi ini adalah kesempatan mereka untuk bersenang-senang saja menikmati kecanggihan, namun lebih dapat memahami bahwa pendidikan jauh lebih penting dan berguna untuk kehidupan mereka di masa depan yang akan mendatang.

            Era kekinian pun akan semakin menenggelamkan yang terdahulu. Segala kemudahan akan tercipta, apa yang akan diraih jauh lebih mudah didapat. Layaknya besi yang semakin diletakkan pada tempat lembab, ia akan rentan karat. Seperti plastik yang berbahan tipis, diletakkan pada api ia akan habis. Jika pendidikan anak-anak kurang diperhatikan, ia akan habis dan terlena pada tempat dan hal-hal yang tak seharusnya ada, mengapa? Era kekinian tak selalu memberi kemudahan dan menenggelamkan yang buruk, era kekinian sungguh “berbahaya” terhadap anak-anak yang mengeyam pendidikan dan mereka yang lagi gencarnya rawan pada hal-hal baru yang ingin diketahui. Padahal, jika pola pikir mereka lebih diawasi dalam sebuah keluarga kecil saja, anak-anak akan lebih merasa nyaman dan tahu segala bentuk yang baik dan buruk. Namun, bukan berarti peran keluarga selalu menuntut dan memaksa anak-anak mengikuti setiap perintah. Anak-anak perlu berwawasan dengan caranya, melihat keluar dan bermain bola, boneka, ataupun lari-larian yang memang dunianya, menggali informasi dengan teman-teman dan gurunya, ataupun membutuhkan privasi yang masih dalam batasan dan aman. Inilah dia keluarga mentari temaram, keluarga yang seharusnya diterapkan pada zaman era digital yang sudah mengglobalisasi dan mengalami kemajuan teknologi pesat.

            Keluarga mentari temaram bermaksud sebuah matahari yang bersinar, namun meremang atau redup. Sebagai orang tua, kakak yang bekerja, ataupun kakak yang menjadi mahasiswa dalam sebuah keluarga, sudah seharusnya menjadi mentari temaram pada adik-adik yang masih duduk dibangku sekolahan, ini bertujuan agar mereka cenderung diperhatikan tanpa perlu ditekan, dapat menggunakan teknologi lebih baik, guna menuntut ilmu tanpa mendapatkan hal negatif yang timbul. Sebuah keluarga, selalu menjadi contoh yang layak bagi anak-anak kecil yang ada di dalamnya. Peran keluarga amat penting, mengawasi pendidikan yang didapatkan dan dicari oleh anak-anaknya tanpa mendapatkan kenegatifan oleh mereka yang masih suka mencari ilmu. Inilah arti penting dalam keluarga mentari temaram. Sejatinya, dalam keluarga memang akan selalu menghangatkan dan memiliki hubungan dekat antara anak dan orang tua. Lebih dari itu, pengawasan yang diberikan orang tua harus jauh lebih banyak untuk anak-anaknya. Anak-anak yang bermain teknologi dan menggunakan aplikasi-aplikasi sebaiknya terus diawasi. Alangkah lebih baik jika teknologi digunakan untuk mencari ilmu pengetahuan pada usia mereka yang butuh banyak informasi dunia luar. Jika memaksa dan melarang dilakukan untuk memberi batasan, bagaimana dengan perasaan mereka yang seharusnya menganggap bahwa teknologi menyenangkan pada usianya saat ini? Kemajuan tumbuh pesat itu tidak bisa dibandingkan dengan zaman lalu. Jika keluarga dengan garis keras menuntut mereka untuk menggunakan segala sesuatu dengan benar, apakah mereka tidak akan diam-diam melakukan segala hal yang akan salah?  Mereka akan lebih dominan mencari tahu segala hal, ini pentingnya keluarga dalam era kekinian agar mereka terjaga. Keluarga butuh pengawasan, keluarga butuh batasan untuk mengawasi anak-anaknya, jika ini dijalankan, anak-anak akan percaya pada keluarganya tentang larangan baik atau buruk, mereka juga butuh menikmati dunianya sendiri. Biarkan mereka tumbuh dan berkembang di era kekinian dengan teknologi yang ada, namun, pendidikan adalah nomor satu yang selalu utama, zaman kini banyak hal-hal yang semestinya dijauhkan. Keluarga hanya butuh anak-anak berkembang sesuai usianya, namun menjaga pemikirannya dan teknologi digunakan untuk kepentingan pendidikan yang utama.

            Era kekinian pun selalu memiliki banyak kelemahan-kelemahan. Peran keluarga mentari temaram disini harus dapat membentuk karakter jiwa, rasa, akhlak, serta ilmu yang baik pada anak-anaknya. Pendidikan lebih ditanamkan dengan cara membiarkan anak-anak menemukan dunianya dengan kemajuan teknologi dan memiliki batasan tertentunya. Keluarga harus menjadi mentari yang bersinar, menjadi sumber keyakinan atas anak-anaknya, menjadi kekuatan dan rasa semangat oleh anak-anaknya, juga menjadi kepercayaan terhadap cita-cita anak-anaknya. Mentari pun tak boleh yang selalu mengawasi dan memerintah hingga mereka tak bisa bergerak dan terkurung dalam dunia yang seharusnya lebih besar dijangkau, karena itulah mengapa butuh temaram. Redup karena saatnya membiarkan anak mengeksplor dengan batasan-batasan tertentu yang tak menyebabkan ke arah negatif dan berbahaya terhadap pendidikan yang ingin diraihnya. Orang tua; menjadi hakim dan guru yang mengajarkan tanpa menghakimi kesalahan yang diperbuat, anak-anak perlu disidang sewajarnya ketika ia salah dalam perbuatan termasuk pada penggunaan teknologi, keluarga memperhatikan kelembutan, hingga mentari yang terbakar itu akan menjadi temaram oleh hati yang hati-hati dalam pengajaran pendidikan pada anak-anak. Keluarga harus selalu dapat mendorong dan memberi motivasi, melalui keluarga mentari temaram, pendidikan anak di era kekinian akan lebih terasa nyaman dan tak berbahaya pada kemajuan teknologi termasuk kepada kemajuan yang akan selalu pesat.

#sahabatkeluarga

Monday, June 25, 2018

Ada kesedihan yang mungkin menyapa

     Dibalik senyum seseorang, ada sedih yang sekiranya ia tegarkan. Sesak yang sebenarnya menggebu-gebu selalu ia coba luluhkan. Teramat banyak kesedihan yang tak ia kobarkan, hingga akhirnya melalui aksaralah ia melepas getir dan sesak itu tersamarkan.
Raut wajah seseorang tidak selalu menyeimbangkan perasaan. Ia terlihat pilu, bahkan mungkin sosoknya lebih dari kata itu. Ia teramat terbeban, hingga wajahnya lebih dari itu; ia terluka hebat dan selalu ingin menyembunyikan, meski terkadang sedih itu terbongkar perlahan-lahan.
     Dibalik penampilan anggunnya, ada beberapa perasaan campur aduk yang mungkin ia khawatirkan. Banyak berbagai masalah yang belum tertuntaskan, hingga entah dimana rasa sakit yang terasa, menyatu dengan segala senangnya, hingga yang tersisa tidaklah kebahagiaan, yang timbul adalah hampa kepanjangan. Entah apa yang terjadi, dengan aksaralah ia dapat melepas gundahnya.

Sunday, June 10, 2018

Tidak akan ada

     Ada yang membuatku menunggu, dalam angan-angan, dalam sisa kelabu, dalam hilir mudik gemuruh yang menyapa disela-sela rinai hujan. Ada yang membuatku khawatir, terlepas kepergiannya menyiasakan asa, tak bisa diterka, atau ia lebih nyaman berteman dengan orang lain. Ada yang membuatku berusaha menyimpan perasaan tanpa perlu menunjukkan padanya, pada ia yang selalu membuat ruang-ruang dalam hatiku tertawa dan bertahan.
     Ada yang membuat aku harus menyimpan sendirian. Sebab aku, masih ingin menahan. Masih ingin bebas, masih ingin menyesuaikan dan meraih cita. Aku tahu, segala yang terjadi masih saja dibatas kekonyolan. Aku tahu juga, bagaimana bisa sembunyiku membuatnya tak tahu apa-apa. Terimakasih saja, untuk sudah membuatku tersenyum dibalik bayangmu.
     Ada yang membuatku mencintai diriku, perlahan, membuat nyata hidup ini sempurna. Ada yang membuatku memilihnya karena hal-hal baik, karena kebaikan yang tak pernah kusut dalam sisi kehidupannya; hingga ia membuat hari-hariku bak bahagia, aku pun perlahan terusir dari dunia duka yang menjalar beberapa kali, ia membuatku lebih semangat dan yakin untuk menjalani hari-hari.
     Akupun disini tidak akan; membuat mimpi besar. Tak berkonyol ria bahwa yang selalu membuat hati tertata adalah apa yang semestinya nyata. Tak ingin berpikir terlalu jauh untuk yakin bahwa satu-satunya seseorang yang bernurani luar biasanya hanya berjumlah ganjil angka pertama. Tidak akan bersemedi menganggap dan mengangan lebih tinggi tentang pencapaian yang masih abstrak.
Aku percaya; kebaikan akan menemui takdirnya sendiri-sendiri dengan apa yang seharusnya luar biasa.
     Tidak akan ada anggapan bahwa satu orang akan menjadi masa depan. Sebab, Tuhan lebih maha mengatur. Ia akan tahu, siapa yang berhak terpilih dari banyaknya manusia-manusia. Tidak akan ada pikiran bahwa memaksa untuk memilihnya adalah hal yang terutama. Aku percaya saja; semoga kebaikanmu menuju pada kesempurnaan, dan yang harusnya sempurna adalah meraih kebahagiaan.
     Tidak akan ada paksaan dari seseorang yang ada disini. Aku mengharap saja; kebahagiaanmu dapat ditampung menjadi kita yang selalu ingin berubah lebih baik; dan tanpa ada senda gurau yang membohongi.
     Tidak akan ada tuntutan untuk bersama, sebab, baik akan menemukan jalannya sendirian. Semoga, selalu, dan tidak akan ada pemaksaan yang membuatmu patah untuk menjalani hari-hari berikutnya; karenaku.

Friday, June 1, 2018

Aku ingin

     Aku ingin menjadi diri sendiri yang tak malu-malu mengaku siapa aku. Aku ingin dianggap, begitupun ketika kenyataan menyatakan; aku bukan apa-apa.
    Aku bersandar pada diri sendiri, pantaskah? Ketika akhirnya raga yang kusandang dengan jiwa ini tak bernilai lebih dimata seseorang, lebih tepatnya; aku terbilang kalah dibanding yang lainnya.
    Aku ini apa? Begitu akhirnya aku mengucap kata-kata yang tak memihak pada diri, bahwa aku seperti sedang sekelam-kelamnya, berada diantara manusia besar yang tak memihak sekalipun pada duniaku, harus melangkah kemana? Jika memang, merekalah dunia dan jiwa-jiwa yang selalu muncul bersama.
     Aku nyaris ingin mundur; lebih tepatnya menyudahi apa-apa saja yang sudah tersusun nyata. Ucap-ucap yang dulu aku pertaruhkan, kini aku menyerah. Pada orang-orang yang berperan penting dalam kegiatan, aku ingin lari, ingin pergi dan tak menyapa (kembali).
     Aku menyerah, sekarang. Ketika akhirnya aku paham, bahwa khayalan tentang asa, tentang harapan, tentang mimpi-mimpi yang selayaknya aku capai, tentang "anggapan" orang sekitar, sekiranya itu tak pantas lagi. Betapa aku tahu, bahwa menjalani yang tak dihirau adalah menuju sesal yang abadi, raga mungkin akan ada; tapi jiwa, entah kapan ia mulai hancur dan sulit utuh hingga ditelan masa.

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...