Wednesday, November 15, 2017

Pelangi tangis

     Aku tak pernah menyuruh takdir berarak membuatkan sebuah pertemuan antara kita. Pertemuan yang biasa saja. Semakin kesini, aku yang semakin terusik. Semakin sering berkompromi dalam sebuah diskusi misalnya, semakin aku yang merasa ada sekat dalam nada-nada pertemuan. Entah hal apa yang membuatku berdegup, entah cerita apa yang membuat aku terpana, hingga akhirnya aku terjerumus sendirian. Jatuh sendirian. Sulit bercengkrama seperti awal pertemuan itu; ketika tiada batas yang memberi jarak, ketika tak ada degup yang berbeda ketika pertemuan itu mungkin usai.

     Satu hal ini misalnya, satu-satunya kenyataan yang harus aku terima adalah perbedaan. Benar, tak ada cukup waktu lagi untuk menemui atau sekedar melihatnya. Hidup ini beda. Tujuan itu beda. Tak ada yang sama diantara kegiatan yang masing-masing kita lakukan. Lalu mengapa, tanyaku masih pada satu muara. Apakah ada hal ganjil yang ingin diberikannya ketika pertemuan dulu masih sering terjadi? Mengapa aku merasa ada pancingan yang terberi tanpa berkaitan dengan "aku yang terlalu perasa"?



     Entah bagaimana pertemuan itu membuat goyah. Bagaimana bisa pelangi pertemuan itu tersibak menangis dibaliknya? Senyum yang tergambar dulu kini tertepis oleh keadaan sedih yang merapuhkannya. Ia baru saja bersenandung indah, ketika ia masih dapat menyapa perjumpaan itu dalam dirinya. Lantas, ia juga duka. Sedihnya tak tertampung, lebih berkelana besar daripada senangnya. Ia menemui seseorang yang dianggapnya baik. Lantas kebaikan itu pergi dan oleng tanpa ada ucapan terakhirnya. Ia tertinggal rapuh, dengan segala kenang-kenangan candanya. Pelangi yang dulu memekar, sudah tertepis jauh-jauh. Ia menjadi sedih berkepanjangan. Tentang sebuah perasaan yang memang tak pernah ada akar penyelesaiannya.

     Bagaimana jika rona yang terpancar oleh cinta itu bukan semata-mata karena kelebihannya yang dipandang orang?

     Aku melirik pada bagian masa lalunya. Cerita hidupnya, serta cara berfikir kedepannya.
     Ia matang dalam benakku, bermain dengan orang-orang baik serta memiliki visi untuk hidupnya sendiri.
     Ia terlihat berbeda dalam hal kepribadian. Seperti pelangi yang diawali dengan guyuran hujan serta gelapnya langit. Ia bermula pada masa-masa itu. Hingga yang terlihat sekarang adalah perubahan.
     Dan aku tertarik pada perubahan; seperti pelangi setelah hujanlah filosofinya.

     Aku melirik pada bagian imannya. Ia memiliki hal yang tak diduakan orang lain. Entah bagaimana, sebuah kepercayaan pada Tuhan-Nya lah yang menjadi nomor satu. Dan itu menjadikan dirinya bermakna, yang tanpa sadar adalah sebagian apa yang membuat orang lain salut.

     Dan aku sadar. Lirikanku telah dipenjarai oleh orang lain. Ada orang lain yang dirinya pandang lebih baik. Ada cinta yang diberinya lebih besar pada orang lain. Ada beberapa cerita yang telah ia arungi untuk mendapatkan orang lain. Dan aku mengerti itu.

     Pelangi itu menangis sekarang. Ia berduka. Bahwa pertemuan awal yang hanya sebentar itu membuatnya terluka tanpa sengaja. Pertemuan awal itu memberinya arti. Pelangi itu sedang menangis sendirian. Ia takkan menemukan sosoknya lagi. Sebab cerita telah usai. Semua berakhir dengan keadaan seperti itu.

     Pelangi itu menangis. Dan ia takkan muncul menyekanya, sedikit saja. Hidupnya telah berbeda.

1 comment:

  1. Silahkan di kunjungi ya teman teman 100% Memuaskan
    > Hoki anda ada di sini <
    1 USER ID UNTUK SEMUA GAME
    Kami memberi bukti bukan Janji
    Daftar sekarang juga di www.dewalotto.club
    MIN DEPO & WD HANYA Rp.20.000,-
    UNTUK INFORMASI SELANJUTNYA BISA HUB KAMI DI :
    WHATSAPP : ( +855 69312579 ) 24 JAM ONLINE
    MELAYANI TRANSAKSI VIA BANK :
    BCA - MANDIRI - BRI - BNI - DANAMON-NIAGA
    Raihlah Mimpi Anda Setiap Hari & Jadilah Pemenang !!!

    ReplyDelete

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...