Monday, November 18, 2019

Jiwa yang hilang

      Kubiarkan kamu meneguk pelan-pelan segala yang membuatmu sesak. Kemudian tutup kelabunya, jauhkan dari ekspektasi yang tak henti-hentinya bermain licik untuk membuatmu tenggelam dalam sekali--atau membuat standar hidup sebaik mungkin sebelum kau benar-benar hilang kendali.

     Takkan kubiarkan semburat luka mengiris tajam senyuman indah. Bermain ambigu bersama bayangan yang merekah. Akan aku buat tangis dan tawa menjadi pendamping yang paling mudah. Menjauhkan segala temu dan pisah, yang ternyata menyimpan banyak luka berbahaya dan memori yang dilupakan pun amat susah.

     Satu waktu dikemudian hari, bolehkah kita bertemu kembali dengan aku yang sudah pandai cara jatuh hati--dan dirimu yang selalu belajar memaknai hari? Akan aku bawa segala baik yang sempat aku pelajari sendirian, dan aku ukir kenyataan paling membahagiakan saat aku menjalani hidup yang tidak lepas dari permasalahan.

     Mari mengalunkan senja bersama, menikmati kicau burung dari ufuk barat yang tengah terbang bebas, menghangatkan jiwa-jiwa patah yang sudah lama lepas, menyatukan metafora yang selama ini hanya berselimut aksara, menjadi yang paling berani atas matinya sebuah hati yang takut jatuh hati kembali. Mari menyemai segala rentetan waktu yang panjang, melupakan masalah dan masa lalu masing-masing, mengalunkan hidup pada nada-nadanya, dan jadi yang paling menyenangkan untuk kehidupan ke depan.

     Aku tidak yang paling paham tentang jalan. Waktu memberi sekat atas sebuah pertemuan. Tidak papa, aku belajar untuk sendiri, aku belajar mengamankan perasaan dari celah berbahaya, aku menenangkan riuh yang meronta, aku menggulung halusinasi dan menepis angan-angan. Tapi ketika pada akhirnya ada lain kesempatan yang menyatukan jarak, boleh aku beri senyum simpul yang paling lebar? Boleh aku menyeka sendu dalam-dalam?

     Jiwa yang hilang, pada suatu masa akan saling menggenggam. Genggamannya amat erat--tidak mengenal batas, karena atas pembelajaran untuk saling menahan, untuk saling terbata dalam kehidupan yang berbeda, atas pelajaran hidup yang dinikmati sendiri-sendiri, sebuah waktu memberinya petunjuk untuk bertemu disuatu kenyataan.

Nanti, pada suatu hari,
Bolehkah aku andil dalam keluh kesahmu? --atau, kita bukan perihal jarak saja, melainkan jiwa yang saling hilang yang lebih baik bersua?

Nanti, jika memang ada saat yang tepat,
Bisakah kita memaknai temu dari sebuah dua jiwa yang saling hilang?
Dua jiwa yang tidak lagi tersesat--karena sudah saling menemukan.

Sunday, November 3, 2019

Pesan untuk hujan

Kepada hujan yang sedang jatuh disisi bumi ini--
Sampaikan padanya tentang waktu yang telah lama usai, pada jiwa yang sebenarnya tidak pernah aku usahakan untuk menyeka benci, pada mimpi patah yang tidak pernah aku inginkan untuk disemai, serta segala kurang dan lebihnya yang sedang disusun oleh semesta untuk merencanakan takdir kehidupan kita yang berjalan sendirian.

Rintikmu menghayutkan perasaanku,
Berlari untuk pergi lebih pantas daripada harus terus terluka, sisa-sisa harapku semestinya sudah lama meninggalkan, maka dari itu, pada hujan yang tidak selalu sendu, demikian permohonan yang sendu dari seseorang yang bukan lagi rindu--namun abu. Perasaan yang tidak pernah mengenal waktu, bahkan ketika hanyut tetes turun selalu membawa perasaan yang tidak pernah bisa untuk diekspresikan.

Benarlah, rintik selalu menyemai apa yang selalu usai--atau bahkan mengikat antara nostalgia maupun masa depan yang selalu berlarut dalam tanda tanya besar. Ingatan menguat, dan kesan tak selalu menyenangkan. Tapi tidak papa, menjadi seseorang yang melankolis dan penyuka hujan--selalu menerima kenyataan bahwa tak semua hal harus diselesaikan dengan rupa-rupa yang bahagia, dan ekspresi yang menyenangkan. Sebab semua kenyataan, ataupun memori yang terekam, ataupun impian yang belum dapat tersampaikan, serta segala hal yang sedang diperjuangkan dapat menjadi sebuah hal yang terekam jelas didalam bayangan--hujan mengaitkan semuanya, dan berhalusinasi menjadi sesuatu hal yang dilakukan.

Kepada hujan,
Sampaikan pesan sederhana dari seorang perempuan yang diam-diam berharap dan menggapai segala mimpinya dengan pelan-pelan. Tidak berani untuk terlalu menekan dan secara nyata terlihat, sebab baginya manusia-manusia lain lebih berbahaya--dan kadang, maupun perasaan atau keinginan selalu membahayakan. Maka dari itu, pelan-pelan saja, terlebih pada seseorang yang tidak pernah menoleh bahkan ketika ia menyatukan kalimat-kalimat dengan jemarinya.

Rintik yang tak lagi menderas, namun mulai terhenti di luar sana,
Sampaikan kalimat-kalimat yang sulit diartikan pada seseorang yang memang memiliki keterkaitan satu sama lain, padanya seseorang yang juga menyukaimu, pada segala teduh yang meriuk ketika derasnya air membasahi tubuh, pada segala keluhnya ketika hujan turun dan menggoreskan air pada kepalanya, pada segala tatapnya pada rintikmu yang turun dari atas langit kelam, pada segala senyuman yang terekam oleh hujan yang tidak pernah terekam olehku seperti apa ia menyukai hujan, setidaknya ia menyukaimu, dan aku--akan ikut menatap hujan yang juga sedang memberi kesempatan untuk menjadi media pertemuan sederhana.

Kepada rintik hujan yang nanti akan jatuh kembali--
Jaga seseorang yang mungkin padamu, ia bisa mendapatkan kebahagiaan. Ketika rinaimu mengikuti jejak langkahnya, ia tidak keluh kesah, ketika jatuhmu memberinya kesempatan untuk terus bersyukur dan berdoa dengan penuh harap, padanya yang tidak lagi menyalahkan hujan--tapi jatuh cinta. Maka, jaga padanya untuk selalu berjuang menikmati keadaan dan mencapai keinginan.

Kepada hujan yang sudah lama bersemai,
Kembalilah--setidaknya besok datang lagi. Terimakasih untuk selalu membuatku berdoa atas seseorang yang tidak pernah bisa aku gambarkan rupanya, yang tidak bisa aku torehkan harapannya--yang terpenting, terimakasih juga untuk selalu menyatukan memori dan rupa masa depan, keinginan dan ekspektasi, kesedihan dan senyuman, serta ketenangan yang aku dapatkan ketika kamu sedang berteriak.

Kepada hujan,
Tolong sampaikan permintaan yang aku semogakan
Padanya, sendu dapat diseka, dan bahagia selalu membuatnya lega.

 Semoga, siapapun ia--ia selalu mendapatkan kebahagiaan.
:)

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...