Wednesday, November 15, 2017

Pelangi tangis

     Aku tak pernah menyuruh takdir berarak membuatkan sebuah pertemuan antara kita. Pertemuan yang biasa saja. Semakin kesini, aku yang semakin terusik. Semakin sering berkompromi dalam sebuah diskusi misalnya, semakin aku yang merasa ada sekat dalam nada-nada pertemuan. Entah hal apa yang membuatku berdegup, entah cerita apa yang membuat aku terpana, hingga akhirnya aku terjerumus sendirian. Jatuh sendirian. Sulit bercengkrama seperti awal pertemuan itu; ketika tiada batas yang memberi jarak, ketika tak ada degup yang berbeda ketika pertemuan itu mungkin usai.

     Satu hal ini misalnya, satu-satunya kenyataan yang harus aku terima adalah perbedaan. Benar, tak ada cukup waktu lagi untuk menemui atau sekedar melihatnya. Hidup ini beda. Tujuan itu beda. Tak ada yang sama diantara kegiatan yang masing-masing kita lakukan. Lalu mengapa, tanyaku masih pada satu muara. Apakah ada hal ganjil yang ingin diberikannya ketika pertemuan dulu masih sering terjadi? Mengapa aku merasa ada pancingan yang terberi tanpa berkaitan dengan "aku yang terlalu perasa"?

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...