Saturday, November 5, 2016

Cukup aku saja.

     Aku kembali jatuh cinta ketika sudah kulepeh habis-habisan pada pahitnya masa lampau yang membungkam. Kelu menyiksa asa-ku, bahkan tiap rentetan aksara yang kusemayamkan tentang perasaan itu semakin membengis. Dan sekali ini, izinkan aku menulis tentang keindahan. Kekuatan per-seorangan yang selalu menyelip diantara hari-hari pilu atau syahdu. Biarkan jemari ini melentik sedikit, hati ini terbang diantara kebinaran cahaya, juga senyum merekah pada para manusia yang siap menjadi pundak untuk kekuatannya. Merah pada hatinya mulai mengalir merona, setelah beribu waktu yang tak usai akan lebaman itu membuatnya kehitaman. Kemarau seakan malu. Ia berjalan mundur menyibak sebilah musim gugur yang merekah. Menawankan dedaunan yang jatuh perlahan-lahan. Menapak pada tanah yang tak lagi tandus, ditumbuh oleh rerumputan hijau yang bersemi dan memukau, terlihat indah. Semuanya menarik, seperti lempengan hatiku yang kini tak lagi sendu. Kekuatan itu, kini kembali padaku, tertanam pada benih-benih rasaku. Yaitu; cinta.

     Diawal, izinkan aku membesuk waktu untuk sekedar menyapa kenang. Hal yang seharusnya tak kuseret lagi pada nyata takdir bahwa itu tak lagi jalan hidupku. Hal-hal teramat getir telah terlewati, meski mungkin beribu klimaks akan menyapaku didepan. Kini, izinkan aku memperolok canggung apa yang dulu kuerat. Menertawakan kisah-kisah harap yang selalu diabai. Menyeka sedikit rasa malu akan harapnya yang tak usai. Maka, biarkan aku membodohi pribadi ini. Raga yang ada pada tubuh ini. Mengernyitkan duka-duka lama yang sudah lama terkenang. Menertawakan tulisan-tulisan putus asa akan seseorang. Dan kini, biarkan aku mengobatinya sendirian. Sambil menggenggam rasa terindah yang selalu kuciptakan. Merekah, hingga sosok lama tak lagi terngiang.

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...