Saturday, August 6, 2016

Aku menyimpan dalam doa.

Selamat malam, kepada kamu, yang menjadi sayap dalam patahanku.

Jari-jari tanganku saling beradu. Membentuk gumpalan harap yang terngiang dalam rasa. Dariku, yang menjadi hitam karena kelu. Sebab perasa yang kurasa ini semakin memuncak. Aku cukup jera memupuk dalam-dalam setiap cinta yang mulai merekah untuk seseorang yang kurahasiakan. Sudah kubagi berdua namanya pada Tuhan. Kuceritakan dengan elok setiap gerak-geriknya. Dan yang selalu kuikat dengan Do'a, itu bagaimana caranya aku berharap.

Ada senyum tipis diraut wajahmu. Yang tentunya adalah pesona terbaik yang selalu kucanggungkan. Aku tak ingin kau mengusirku, saat aku mencoba mengendalikan topeng perasaanku disaat kita sekedar berhadapan. Sejauh apapun aku memalsukan hati, ia malah berdegup kencang. Aku selalu berbohong tentang itu. Tersenyum dan mengatakan biasa-biasa saja. Tapi ada senyum yang menyiksaku untuk tetap mengatakan tak apa. Hatiku keram, dan senyumku itu menggetir saat kita sudah berjalan pisah.

Terlalu lama

Terlalu lama, terlalu rapuh, terlalu keruh untuk menerima hidup yang tak sepenuhnya utuh. Bagaimana kabarmu? Aku melihatnya lebur, mungkin t...